LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Mahasiswa Pecinta Alam Cakrabuana HMS FT- UMI angkat bicara terkait dengan apa yang dialami kelompok pendaki gunung dari Komunitas Pencinta Alam (Kompala) Universitas Fajar (Unifa) Makassar.
Untuk diketahui Kompala Unifa Makassar di duga dipalak oleh oknum pengelola pos registrasi pendakian gunung Bulubaria yang berada di Dusun Pattiro, Desa Manimbahoi, Kecamatan Parigi, Kabupaten Gowa, Sulsel, Senin (1/7/24) lalu.
Ketua Cakrabuana Himpunan Mahasiswa Sipil (HMS) Fakultas Teknik Universitas Muslim Indonesia (FT- UMI) Rifky Ananta Iskandar, menyayangkan terjadi pemalakan yang dialami mapala Kompala Unifa baru baru ini.
“Tentu kami sangat menyayangkan hal itu terjadi ada pemalakan disana. Apalagi pengakuan dari pihak BKSDA sendiri, pengelolaan pendakian gunung Bulubaria tidak terdaftar,” tutur Ketua Cakrabuana HMS FT UMI itu.
Dikatakannya apalagi kedelapan Kompala Unifa itu hanya turun lewat Bulubaria setelah melakukan pendakian lintas Lompobattang.
“Menurut saya secara pribadi kurangnya informasi yang di dapatkan dari pendaki dalam hal ini anak Mapala, Kompala Unifa. Apalagi rekan rekan Kompala Unifa inikan tidak melakukan pendakian ke Bulubaria, Kalau membaca dari pemberitaan,” imbuh Rifky Ananta.
“Mereka hanya turun lewat Bulubaria setelah melakukan pendakian lintas Lompobattang,” sambung Rifky.
Dirinya pun berharap agar Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Selatan melakukan evaluasi terhadap pihak pengelola pendakian gunung Bulubaria.
“Maka dari itu perlu dilakukan evaluasi terhadap pihak pengelola pendakian gunung Bulubaria,” katanya menjelaskan kepada media di Makassar. Rabu (10/7)
Kata Rifky, Kurangnya informasi yang di dapatkan dari pendaki dalam hal ini Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) perlunya dilakukan sosialisasi oleh pihak (BKSDA) Sulawesi Selatan (Sulsel).
Peristiwa Pemalakan
Berkedok denda, anggota Kompala diminta membayar Rp500 ribu karena tidak memiliki Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (Simaksi).
Awalnya, anggota Kompala diberi sanksi membersihkan gunung Bulubaria namun menolak karena saat itu kondisi mereka sudah lelah dan sesuai rencana perjalanan mereka sudah harus tiba di kampus pada Senin malam.
Karena tidak punya Simaksi, pengelola pos registrasi Bulubaria meminta anggota Kompala membayar denda Rp500 ribu.
“Saat itu kami tidak punya uang. Tidak lama kemudian, mobil jemputan kami tiba dan mereka langsung menyita kunci mobil. Sempat terjadi perdebatan hingga akhirnya mereka menyita dua Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik anggota Kompala,” jelas Andre.
Parahnya, lanjut Andre, pengelola pos registrasi Bulubaria memberi waktu dua minggu untuk menebus KTP tersebut.
Andre menjelaskan, dia juga baru tahu kalau mendaki ke Bulubaria harus mengurus Simaksi.
“Setahuku, kewajiban urus Simaksi ini tidak pernah disosialisasikan. Kalau pun sudah disosialisasikan mungkin tidak maksimal sehingga tidak semua pendaki mengetahuinya, termasuk kami,” ujarnya. (LN/*)