Bila Ditemukan Pihak Sekolah Jual Seragam dan Bahan Seragam ini Kontak WhatsApp Ombudsman RI, Laporkan

FOTO: Ilustrasi Seragam Sekolah Dasar (SD) dan Pramuka. [Istimewa]
FOTO: Ilustrasi Seragam Sekolah Dasar (SD) dan Pramuka. [Istimewa]

LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Bagi masyarakat yang menemukan pihak sekolah menjual baju seragam maupun bahan seragam siswa dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB). Dapat menghubungi Ombudsman RI.

Lembaga pengawasan itu membuka layanan aduan masyarakat atas pelanggaran dan kecurangan pada PPDB.

Warga baik perorangan ataupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau organisasi masyarakat (ormas) dapat mengadukan hal tersebut ke Ombudsman RI.

Aduan atau pun pelanggar tersebut dapat dilaporkan ke Ombudsman RI melalui www.ombudsman.go.id

Advertisement

Atau ke kontak telepon 137 atau 0800 1 137 137

Atau melalui pesan aplikasi Whatsapp (WA) Ombudsman di kontak 082137373737.

Untuk diketahui Ombudsman adalah lembaga negara di Indonesia yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan.

Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi, Ombudsman RI Perwakilan NTB, Arya Wiguna mengatakan, praktik berjualan bahan dan baju seragam banyak ditemukan dan dikeluhkan masyarakat pada PPDB tahun lalu di sekolah maupun madrasah.

“Bahkan, pembelian seragam di sekolah dijadikan persyaratan daftar ulang,” kata Arya, dikutip dari laman Ombudsman RI, Senin (1/7/2024).

Aturan Larangan Jual Seragam di Sekolah

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 17 Tahun 2010 pasal 181 dan 198, baik pendidikan, tenaga pendidik, dewan pendidikan, maupun komite sekolah/madrasah dilarang untuk menjual bahan atau baju seragam.

Pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang:

a. menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan;

b. memungut biaya dalam memberikan bimbingan belajar atau les kepada peserta didik di satuan pendidikan;

c. melakukan segala sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung yang mencederai integritas evaluasi hasil belajar peserta didik;

d. melakukan pungutan kepada peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berikut isi pasal 198 PP No 17 Tahun 2010:

Dewan pendidikan dan/atau komite sekolah/madrasah, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang:

a. menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan;

b. memungut biaya bimbingan belajar atau les dari peserta didik atau orang tua/walinya di satuan pendidikan;

c. mencederai integritas evaluasi hasil belajar peserta didik secara langsung atau tidak langsung;

d. mencederai integritas seleksi penerimaan peserta didik baru secara langsung atau tidak langsung;

e. melaksanakan kegiatan lain yang mencederai integritas satuan pendidikan secara langsung atau tidak langsung.

Lebih lanjut dalam Permendikbud No. 50 Tahun 2022 pasal 12, diatur bahwa sekolah tidak boleh mengatur kewajiban dan/atau memberikan pembebanan kepada orangtua atau wali peserta didik untuk membeli pakaian seragam sekolah baru. Ketentuan ini berlaku baik setiap kenaikan kelas dan atau pada penerimaan peserta didik baru.

Boleh Bantu Sediakan Seragam, Prioritas untuk Siswa Tidak Mampu.

Arya menambahkan, pengadaan pakaian seragam sekolah merupakan tanggung jawab orang tua atau wali siswa, bukan tanggung jawab sekolah atau madrasah. Aturan ini tertuang dalam Permendikbud No 50 Tahun 2022 pasal 12 ayat 1.

Pada pasal 12 ayat 2 Permendikbud tersebut, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya, sekolah, dan masyarakat maksimal dapat membantu pengadaan pakaian seragam sekolah dan pakaian adat bagi peserta didik. Bantuan pengadaan pakaian seragam ini diprioritaskan bagi siswa yang kurang mampu secara ekonomi.

“Sekolah tidak menjual baju atau bahan baju, apalagi mewajibkan membeli di sekolah dan menjadikan pembelian seragam di sekolah untuk persyaratan daftar ulang. Justru sebaliknya, pihak sekolah membantu pengadaan bagi peserta didik yang tidak mampu,” kata Arya. (**)

Advertisement