LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Kehadiran W Superclub di kota Makassar tuai sorotan dari berbagai elemen masyarakat. Bahkan ormas islam terbesar seperti Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah ikut memprotes keberadaan club’ malam tersebut.
Namun tidak terlepas dari keberadaan diskotik milik Hotman Paris yang dianggap melanggar peraturan perundang-undangan.
Terkait itu Brigade Muslim Indonesia (BMI) pun angkat bicara soal tempat hiburan malam (THM) yang ada di dalam kota Makassar belakangan ini marak bak jamur di musim penghujan.
“Banyak pihak menyoroti soal perizinan W Superclub. Tapi ingat ada puluhan Diskotik, THM dan Caffe yang ada di dalam kota Makassar melanggar peraturan daerah. Ada juga Caffe rasa diskotik, Saya harap pemerintah kota dapat bertindak tegas untuk menegakkan aturan,” terang Ketua harian BMI, Muh Hanif Aji Muslim. Senin (3/6/2024)
Tidak hanya Pemerintah Kota. Saya berharap Majelis Ulama Indonesia membantu pemerintah daerah, misalkan dengan mengeluarkan maklumat antisipasi bahaya cafe rasa diskotik itu tadi,” tambah Hanif.
Ketua Harian BMI merasa prihatin melihat kondisi saat ini. Ditengah Wali kota Makassar sedang gencar gencarnya untuk mengingatkan masyarakat kita untuk mensukseskan program “Jagai Anak’ta”.
“Saya melihat begini. Seperti SKPD yang terkait, sepertinya belum mampu mengimplementasikan program Walikota Makassar. Seharusnya mereka ini pimpinan ditingkat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) membatasi perizinan yang berkedok caffe, begitu beroperasi ada DJ disitu bak diskotik padahal izinnya hanya cafe,” tutur Hanif.
Disampaikannya, Para pelaku usaha kafe yang melaksanakan aktivitasnya tidak sesuai dengan ijinnya. Ketua hari Brigade Muslim Indonesia ini pun memberikan beberapa contoh izin usahanya cafe namun faktanya aktivitas didalamnya seperti diskotik.
“Saya ambil contoh cafe the Sultana yang berada di Antang, berdasarkan pemantauan kami bahwa jarak usaha ini hanya kurang lebih 150 meter dari rumah ibadah ada aktifitas keagamaan yang dilaksanakan disana sudah bukan lagi cafe lagi, tapi sudah seperti club’ malam, hal ini kita bisa lihat dimana aktifitas mereka di laksanakan hingga pukul 02.00 dini hari,” ungkap Hanif.
“Kemudian fasilitas yang ada didalamnya itu sudah seperti diskotik ada panggung besar di dekat kolam renang, lampu disko, dan fasilitas Disc Jockey (DJ) inikan sudah bukan kategori cafe lagi,” tambah Ketua harian BMI ini.
“Contoh lain adalah Karma Cafe and Lounge di Jalan Hertasning. Sepengetahuan saya itu ijinnya cafe tetapi selain menyiapkan fasilitas DJ juga menjual miras miras gol B dan C yang tentunya tidak di perbolehkan untuk dijual dan dikonsumsi di kafe,” beber dia.
Dikatakannya Cafe and Lounge adalah tempat orang bersantai untuk minum ringan seperti kopi atau teh dan makanan ringan dan tempat bersantai dengan rekan kerja.
Disampaikannya bahwa kata Lounge biasanya berada di hotel bintang lima. Konsep lounge lebih elegan, akan ada pelayan yang akan melayani pesanan makan dan minum tamu. Biasanya, lounge digunakan oleh para pekerja dan pebisnis untuk mengadakan pertemuan dan acara lainnya.
“Makanya kalau ke lounge itu biasanya tamu pakai bajunya yang rapi, berdandan, karena kan mau nunggu meeting misalnya. Terus minuman yang dijual juga biasanya lebih mahal harganya,” lanjutnya.
Dari investigasi BMI di akun media sosial (Instagram) milik Karma Cafe & Lounge ditemukan beberapa jenis minuman beralkohol berkadar tinggi. Seperti Batavia Whiskey, Smirnof red, Captai Morgan gold, Manta spiced gold kadar alkohol nya capai 33%, Kemudian minum Daebok Seju, kadar alkohol nya capai 18%.
“Karna jika kita mengacu ke Peraturan Daerah (Perda) minuman klas B dan C hanya boleh di konsumsi di bar, hotel, diskotik dimana anak di bawah umur tidak boleh masuk kedalam,” terang Hanif.
“Jadi tidak boleh dijual dan di minum di kafe. Kita tentunya tidak ingin generasi menuju Indonesia emas ini rusak dengan hal hal buruk ini,”
“Kita tidak ingin masalah ini menjadi penyebab terjadinya pergeseran budaya dan degradasi moral anak bangsa olehnya itu kita,”
“Kami dari pengurus BMI berharap bapak walikota segera untuk menertibkan secara tegas pelaku usaha seperti itu. BMI juga meminta sekiranya Majelis Ulama Indonesia (MUI) dapat membackup pemerintah daerah dengan cara membuat maklumat tentang antisipasi cafe rasa bar dan diskotik yang tengah menjamur seantero kota Makassar,” kunci Hanif. (LN)