M. Rusydi Arif
Alumnus Al Azhar Mesir
Direktur Eksektufi Damai Bangsa Institute
MAKASSAR||Legion News – Selama 3 Tahun terakhir ini, nama Munafri Arifuddin memantik perbincangan luas di ranah publik, khususnya bagi warga kota Makassar.
Dia mencuri perhatian banyak orang bukan karena dia menjadi menantu seorang tokoh nasional dari Sulawesi Selatan, H. Aksa Mahmud, dan keponakan mantan Wakil Presiden Indonesia, H.M. Jusuf Kalla, tapi oleh publik Makassar dianggap rerepresentasi kaum muda Sulsel yang memiliki pemikiran, visi besar untuk membawa kota Makassar jauh lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya.
Karena beberapa tahun belakangan ini terjadi penurunan prestasi di berbagai sektor, terutama pendidikan, tingkat kesejahteraan masyarakat rendah, pengangguran semakin bertambah, dan tatakelola pemerintahan yang tidak terkelola dengan baik, dan seteursnya.
Sosok yang sehari-hari akrab dipanggil APPI ini begitu sangat familiar dan dekat dengan warga kota Makassaar. Tiap hari tanpa rasa lelah ia berkunjung dan menyambangi warga.
Ia menyapa warga dari satu titik ke titik lainnya, dari satu gang ke gang lainnya, dan dalam sekejap berdialog dengan warga tentang pelbagai macam persoalan yang menghimpitnya.
Saat berdialog ia begitu telaten mendengar keluh kesah warga dan dengan secepat kilat ia berusahaa mencarikan solusi yang tepat dan cepat tanpa harus menunda-nunda. Kecepatan berfikirnya dalam mengambil keputusan patut diacungi jempol.
Ia berinteraksi langsung dengan masyarakat dengan latar belakang sosial yang berbeda-beda tidak kemudian menjadi penghalang baginya untuk menjaga “jarak sosial” dengannya. Ia sungguh sangat menikmati proses interkasi-alami ini.
Dalam setiap kunjungannya menyapa warga, ia sering tampil dengan gaya busana kemeja biasa yang dipadukan dengan celana jeans.
Dan pada momen tertentu sesekali ia tampil dengan balutan baju kako dan pakai kopiah. Sosok ini memang bisa menyesuaikan diri sesuai kondisi di lapangan. Sosok ini memang apa adanya.
Bagi orang yang sudah kenal dekat dengannya dapat dipastikan merasakan kenyaman tersendiri . Tutur katanya begitu lembut, santun dan bersahaja.
Pilihan diksi dari setiap kalimat yang keluar dari bibir mulutnya sangat terukur, tidak asal bicara. Meskipun demikian, kesantunan berbicaranya tidak menghilangkan pesan ketegasan di sana.
Dan pada saat yang sama kesan menggurui lawan bicaranya sangatlah jauh pada dirinya.
Singkat kata, ia tipe pendengar dan pencerna pembicaraan lawan bicaranya yang baik (good listening).
Dan salah satu prasyarat utama seorang pemimpin yang baik dan dapat diterima oleh khalayak umum, manakala ia mampu memposisikan dirinya sebagai pendengar yang baik bagi lawan bicaranya.
Kesan kuat ini terbaca tentu tidak lepas dari latar geneologisnya dan latar pendidikan yang melatarinya. Ia lahir dari sebuah keluarga yang harmoni dan dari keluarga yang terdidik pula.
Dari latar belakang pendidikan yang sangat memadai sebagai jebolan fakultas hukum UNHAS (1999), salah satu universitas jempolan di negeri ini. Ia tumbuh dan berkembang secara alami dengan karakter kuat –berbakat—yang ditunjang oleh reseorce SDM yang mumpuni yang melekat kuat pada dirinya. Karakter kuat ia peroleh secara alamiah.
Ia rintis karirnya pada level organisasi dan perusahaan dari level paling bawah dan selanjutnya secara bertahap dan berjenjang menapaki posisi puncak. Keaktifannya di organisasi Kampus UNHAS, Ketua HIPMI Sulsel (2007-2010), CEO Bosowa, CEO PSM, yang kemudian dengan tangan dinginnya setelah selama 19 tahun pecinta bola masyarakat sulsel puasa juara ia mampu mengantarkan PSM menjadi juara piala Indonesia (2019).
Semua jejak prestasi tersebut diraih karena kematangan diri dari sebuah proses pergulatan, kerja keras dan kecerdasannya dalam membangun pola kerjasama yang sangat baik dari setiap stake holder institusi/organisasi di mana ia berkecimpung di dalamnya.
Sekali lagi ini soal kematangan diri.
Dalam terminologi sosiologi politik seorang pemimpin akan kuat apabila ia tumbuh dari bawah (buttom up). “Pemimpin itu tidak dibuat tetapi lahir jadi pemimpin oleh karena bakat alami yang luar biasa sejak lahirnya (Kartono 1998:29)”.
Jujur saja saya termasuk orang yang tidak gampang terpengaruh atau membiasakan diri untuk memuja muji seorang tokoh apalagi kemudian saya harus memuja mujinya secara tidak wajar di luar batas kewajaran tanpa ada prefensi yang memadai.
Secera kebetulan, saya termasuk orang yang baru belakangan ini mengenal langsung dengannya. Meskipun jauh-jauh hari sebelumnya namanya tidak begitu asing di telinga saya.
Ketertarikan saya untuk mengenalnya jauh lebih dalam mulai muncul ketika sering terjadi diskusi kecil-kecilan dengan beberapa kawan aktifis yang cukup dekat dengan beliau.
Dari setiap topik diskusi kecil-kecilan dengan beragam tema diskusi acapkali namanya terselip dan menjadi tema perbincangan utama. Tentu saja termasuk kelebihan dan kekurangannya.
Salah satu kelebihannya sosok ini adalah soal ketenangan dirinya, sikap humblenya, religiusitasnya, kapasitas dan wawasan keilmuannya serta kedalaman pemahamannya tentang kompleksitas persoalan dan solusi kongkrit penanganan kota Makassaar dengan dinamikanya yang kemudian ia rangkai dan tuangkan ke dalam visi-misinya sebagai calon Walikota Makassar, yaitu “Makassar Bangkit”.
Maka pada titik ini, hemat saya APPI bukan sosok yang biasa-biasa saja. Ia sosok yang sangat tepat dan sejatinya dibutuhkan oleh warga kota Makassar.