Pajak Hiburan Capai 75 Persen, Wali Kota Makassar Carikan Solusi, Bahlil dan Luhut Kompak Sarankan Kebijakan itu Ditahan Dulu

ILUSTRASI: Pajak (properti majalah pajak) 
ILUSTRASI: Pajak (properti majalah pajak) 

LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Baru baru ini, Sejumlah pengurus organisasi hiburan seperti Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Asosiasi Usaha Hiburan Malam (AUHM), dan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) menemui Wali kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto atau ‘Danny Pomanto’ di Kantor Balai Kota Makassar Sulawesi Selatan, Rabu. (24/1/2024) kemarin.

Kedatangan para pengusaha hiburan di kota makassar untuk menyampaikan aspirasi terkait dengan Pajak Barang Jasa Tertentu (PBJT) dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).

Dalam aturannya tersebut pada pasal 58 poin 2 disebutkan, khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.

“Untuk solusinya kita telaah dulu surat dari Mendagri. Kita ikuti itu, salah satunya dimungkinkan untuk diturunkan, tapi berapa penurunannya menurut Undang-undang itu masih kita bahas,” kata Danny Pomanto saat menemui sejumlah asosiasi pengusahaan hiburan.

Advertisement

Namun demikian, Wali kota Makassar dua periode Danny ini tentu menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan perwakilan pengusaha dari berbagai pengurus organisasi hiburan itu.

Sebab, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) juga telah menerbitkan Surat Edaran tentang Petunjuk Pelaksanaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Jasa Kesenian dan Hiburan Tertentu.

Selain itu, kenaikan pajak hiburan hingga 75 persen bukan hanya berpolemik di Kota Makassar, namun hampir di seluruh daerah di Indonesia.

Mengingat kebijakan yang dikeluarkan itu merujuk pada Undang-undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah.

Di Jakarta, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia merespons terkait dengan pajak hiburan untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa yang ditetapkan 40% hingga 75%.

Pajak itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).

Namun, menurutnya, jika pajak sebesar itu akan berpengaruh negatif bagi keberlangsungan bisnis hiburan. Ia khawatir berdampak pada penurunan jumlah konsumen.

“Menurut saya yang dulu pernah merasakan fasilitas pajak hiburan, mahal juga nggak ada orang mau masuk kalau mahal begini. Jadi, ya bahaya, konsumennya semakin sedikit kalau begini kan,” kata Bahlil dalam konferensi pers kinerja investasi tahun 2023 di Gedung Kementerian Investasi/BKPM, Jakarta, Rabu (24/1/2024).

Bahlil mengaku terkejut dengan kebijakan tersebut. Namun menurutnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan telah menyarankan agar kebijakan itu ditahan terlebih dahulu.

“Saya juga kaget pajak hiburan ini, memang ini mengganggu, tetapi pak Menko saya mengatakan untuk dihold dulu, jangan dulu, masih membutuhkan kajian,” jelasnya.

Bahlil juga mengatakan dampak tingginya pajak hiburan akan mengganggu ekosistem bisnis tersebut. Kemungkinan juga akan berdampak pada bisnis lainnya.

“Waktu saya jadi pengusaha, jasa jasa begini banyak sekali melobinya di situ. Kalau tinggi, bisa bisa biaya ekonomi tambah tinggi, biaya produksi tinggi, harga jual tinggi, tidak kompetitif nanti. Itu dampaknya ke sana. Tetapi itu lagi di hold. Pajaknya diminta itu dihold. Nanti minta untuk dipertimbangkan,” jelasnya. (**)

Advertisement