LEGIONNEWS.COM – NASIONAL, Belum ditemukannya titik temu dalam dialog antara BP Batam dengan masyarakat Rempang, Batam pada Senin (11/9) lalu, berimbas keributan.
Buntut kericuhan yang sempat terjadi di depan Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam. Mabes Polri akan mengirimkan personel tambahan ke wilayah Rempang.
Di Jakarta, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan pihaknya akan melakukan pengerahan empat Satuan Setingkat Kompi (SSK) atau setara 400 personel dalam rangka pengamanan mediasi dan dialog terkait proses relokasi dari Rempang.
“Tentunya kekuatan personel saat ini terus kita tambah ada kurang lebih 4 SSK sampai hari ini yang kita tambahkan dan ini akan terus kita tambah disesuaikan dengan eskalasi ancaman yang terjadi,” kata Sigit kepada wartawan, seperti dikutip dari kantor berita CNN. Kamis (14/9).
- Baca juga:
Prabowo Datang Lagi ke DPP Golkar, Ada Apa?
Penambahan personel itu juga dilakukan lantaran dalam dialog antara BP Batam dengan masyarakat, pada Senin (11/9), berakhir ricuh karena diduga tidak mendapati titik temu.
“Karena memang ada beberapa hal yang mungkin masih perlu ada kejelasan. Kemudian tentunya ini memerlukan keputusan-keputusan yang lebih komprehensif,” jelasnya.
- Baca juga:
Kejar kejaran di Jalan Raya, Tim Tabur Kejati Sulsel Ringkus Hengky Gosal Buronan Terpidana Penipuan
Akibat kericuhan itu, petugas yang berada di lokasi langsung mencoba mengamankan BP Batam dengan membuat barikade. Hanya saja, kata dia, sejumlah petugas tetap mendapat luka-luka dan beberapa bagian gedung kantor BP Batam mengalami kerusakan.
“Mau tidak mau itu harus kita cegah kita dorong terjadi juga penyerangan terhadap anggota saat itu kita hanya bertahan sehingga kemudian ada anggota yang terluka,” ujarnya.
- Baca juga:
Wanita Tersangka Dugaan Penganiayaan Masih Bebas Berkeliaran, Polda Sumut: Penyidikan Diintensifkan
Selain penegakan hukum, Listyo menegaskan personel itu nantinya akan ikut membantu pengamanan sosialisasi yang dilakukan pemerintah setempat. Dengan harapan masyarakat dapat memahami tujuan pembangunan serta relokasi oleh BP Batam selaku pemilik tanah.
“Sehingga mau tidak mau pada saat itu dibutuhkan harus diserahkan. Namun di sisi lain pemerintah dalam hal ini BP Batam juga memikirkan rencana relokasi,” jelasnya.
“Termasuk juga kita kira apabila itu menyangkut masalah mata pencaharian masyarakat dicarikan di lokasi yang kemudian masyarakat bisa melanjutkan aktivitasnya dalam rangka memenuhi nafkah hidupnya,” imbuhnya.
Diketahui konflik ini bermula dari adanya rencana relokasi warga di Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru dalam mengembangkan investasi di Pulau Rempang menjadi kawasan industri, perdagangan dan wisata yang terintegrasi.
Proyek yang dikerjakan oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) ditargetkan bisa menarik investasi besar yang akan menggunakan lahan seluas seluas 7.572 hektare atau sekitar 45,89 persen dari total luas Pulau Rempang 16.500 hektare.
Warga yang mendiami di Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru tersebut harus direlokasi ke lahan yang sudah disiapkan. Jumlah warga tersebut diperkirakan antara 7.000 sampai 10.000 jiwa.
Bentrok pun pecah antara aparat dengan warga pada 7 September lalu. Aparat gabungan disebut memasuki wilayah perkampungan warga. Sementara warga memilih bertahan dan menolak pemasangan patok lahan sebagai langkah untuk merelokasi.
Tak berhenti di sana, kerusuhan kembali terjadi pada 11 September saat ribuan warga menggeruduk kantor BP Batam, Kota Batam untuk menolak rencana relokasi dan meminta tujuh massa aksi warga dibebaskan. (**)