LEGIONNEWS.COM – EDUKASI, Burung kapinis [Apus apus] merupakan jenis berukuran sedang yang banyak ditemukan di Eropa, Asia, dan Afrika.
Satu hal paling menakjubkan adalah kemampuannya terbang Diatas Ketinggian 7.000 mdpl (diatas permukaan laut) selama 10 bulan tanpa mendarat. Para ahli biologi dari University of Lund, Swedia, menyimpulkan bahwa meskipun beberapa individu mungkin mendarat sesekali untuk jangka waktu singkat, sebagian besar tetap terbang selama seluruh periode migrasinya selama 10 bulan.
Fase penerbangan selama 10 bulan tanpa henti adalah yang terpanjang yang kita ketahui dari setiap spesies burung dan ini adalah rekor.
Burung kapinis [Apus apus] merupakan jenis berukuran sedang yang banyak ditemukan di Eropa, Asia, dan Afrika. Burung ini dikenal karena akrobatik udaranya yang luar biasa dan menghabiskan sebagian besar hidupnya di udara. Satu hal paling menakjubkan adalah kemampuannya terbang selama 10 bulan tanpa mendarat.
Selama terbang, tentu saja kapinis menghasilkan energi dengan membakar lemak tubuhnya. Selain itu juga, memanfaatkan arus udara yang kuat dan berubah untuk membantunya terbang lebih jauh dan lebih cepat. Mereka juga dapat terbang hingga ketinggian 7.000 meter di atas permukaan laut.
Jika dihitung, burung ini menempuh perjalanan sejauh jutaan kilometer selama hidupnya yang rata-rata hanya 5,5 tahun. Mereka biasa terbang dari Eropa ke Afrika saat pergantian musim.
Para ahli biologi dari University of Lund, Swedia, menyimpulkan bahwa meskipun beberapa individu mungkin mendarat sesekali untuk jangka waktu singkat, sebagian besar tetap terbang selama seluruh periode migrasinya selama 10 bulan. Jadi, hanya mendarat untuk musim berkembang biak selama dua bulan.
Studi ini diterbitkan dalam jurnal Current Biology tahun 2016 lalu. Penemuan ini secara signifikan memperluas batas-batas dari apa yang kita ketahui tentang fisiologi hewan. Fase penerbangan selama 10 bulan tanpa henti adalah yang terpanjang yang kita ketahui dari setiap spesies burung – itu adalah rekor,” kata Dr. Anders Hedenström, ahli biologi dari Universitas Lund, dikutip dari Science Focus.
Yang lebih mengejutkan dari burung kapinis ini adalah selama penerbangan panjangnya, hampir terus-menerus mengibaskan sayap, bukan sekadar melayang/gliding seperti burung albatros.
Lalu kapan burung layang-layang tidur? Atau apakah butuh tidur? Bagaimana pola makannya? Para peneliti belum memiliki jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Mereka menemukan bahwa burung-burung yang tidak pernah mendarat sama sekali dalam periode 10 bulan telah mengganti semua bulu sayap terbangnya dan tumbuh baru selama penerbangan. Sedangkan burung-burung yang terkadang mendarat, tidak mengganti bulu sayapnya.
Burung layang-layang umumnya memiliki siluet khas dengan sayap panjang dan ramping, serta ekor pendek bercabang. Mereka memiliki bulu cokelat gelap hingga hitam, tenggorokan pucat, dan paruh kecil yang lebar. Rentang sayap mencapai hingga 40 cm, dengan berat antara 35-50 gram.
Biasanya bersarang dalam koloni, membangun sarang di celah dan gua kecil di tebing, bangunan, dan struktur lainnya. Mereka dikenal karena lengkingan kicauan yang tinggi, digunakan untuk berkomunikasi dengan anggota koloni lain.
Kapinis adalah burung migran yang menghabiskan musim dingin di Afrika dan kembali ke tempat berkembang biaknya di Eropa dan Asia selama musim panas. Mereka dikenal karena mencari makan di udara, menangkap serangga di tengah-tengah udara menggunakan paruh lebar. Kapinis sangat menyukai semut terbang dan sering mengikuti kawanan serangga ini untuk mencari makan. Dalam hal habitat, Kapinis sangat adaptif dan dapat ditemukan di berbagai ekosistem, dari kota hingga pedesaan.
Ancaman
Meskipun memiliki kemampuan terbang luar biasa, kapinis juga menghadapi sejumlah ancaman, termasuk hilangnya habitat dan perubahan iklim. Upaya konservasi sedang dilakukan untuk melindungi kelangsungan hidupnya di alam liar. Beberapa inisiatif meliputi pembangunan sarang buatan di bangunan-bangunan kota dan kampanye penyadaran masyarakat tentang pentingnya mempertahankan habitat alami kapinis.
Ketika kota berkembang dan moderenisasi berlanjut, bangunan-bangunan yang dulu merupakan sarangnya dapat hancur, atau diganti bangunan baru yang tidak sesuai sebagai tempat hidupnya. Hal ini menyebabkan penurunan populasi kapinis di beberapa daerah.
Bagaimana dengan perubahan iklim? Tentu saja mempengaruhi ketersediaan makanan kapinis di tempat-tempat tertentu. Pemanasan global dapat memengaruhi populasi serangga dan mempengaruhi populasi burung yang memangsa serangga tersebut. Kondisi ini diperburuk dengan aktivitas manusia, seperti penggunaan pestisida dan bahan kimia lainnya yang dapat merusak kesehatan burung tersebut. [Berbagai sumber]