LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Sulawesi Selatan menggelar dialog publik, “Menguji Independensi Timsel KPU”
Kegiatan dialog publik di monderatori Syamsul Bahri Majjaga, Samsang Syamsir Koordinator Masyarakat Sipil Sulawesi Selatan dan Ketua Cabang HMI Muhammad Arsyi Jailolo.
Dialog publik itu Menyikapi berbagai temuan pemantauan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Sulsel dalam melakukan pengawalan proses Pemilu, salah satunya adalah tahapan seleksi penyelenggara pemilu di Sulawesi Selatan.
Hingga saat ini telah sampai pada penetapan 14 calon Penyelenggara baik Bawaslu maupun KPU di tingkat Sulawesi Selatan.
Tim seleksi KPU dan Bawaslu Sulsel diangkat berdasarkan Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Nomor: 1/SDM.12.Pu/04/2023 untuk KPU Sulsel dan Surat Keputusan Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) RI Nomor: 1/SDM.12.Pu/04/2023 untuk BAWASLU Sulsel.
“Bahwa tim seleksi, yang terdiri dari jajaran akademisi dan jurnalis berkualitas, dan selama ini dinilai sebagai penjaga moral seharusnya bekerja penuh dedikasi dan tanggung jawab dengan pertaruhan profesi yang disandangnya demi demokrasi yang berkualitas. Namun pada faktanya, berbagai temuan OMS dalam proses seleksi tersebut justru menunjukkan bahwa proses seleksi masih sangat jauh azas Pemilu Langsung Umum Bebas dan Rahasia, serta Jujur dan Adil,” tutur Samsang Syamsir
“Temuan dimaksud diantaranya,” kata Samsang
Seleksi Anggota Bawaslu Sulsel
PERTAMA, Bahwa OMS Kawal Pemilu telah melakukan audiensi dengan Tim Seleksi Bawaslu Sulsel pada tanggal 10 Februari 2023 yang pada pokoknya meminta Timsel untuk memperhatikan Tindakan Khusus Sementara (affirmative action) terkait kuota 30% keterwakilan perempuan sebagai penyelenggara pemilu. Secara filosofis, telah diatur Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”.
Kemudian dalam Pasal 10 ayat (7) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyatakan bahwa komposisi keanggotaan KPU, keanggotaan KPU Provinsi dan Keanggotaan KPU Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dan Pasal 92 ayat (1) yang menyatakan bahwa Komposisi keanggotaan Bawaslu, Keanggotaan Bawaslu Provinsi, dan Keanggotaan Bawaslu Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen).
Namun dalam faktanya pada tahap seleksi administrasi jumlah perempuan 25,62% atau 31 dari 121 pendaftar, pada tahap Tes Tertulis dan Tes Psikologi jumlah perempuan yang lolos sebanyak 17,86% atau 5 dari 28 pendaftar yang lolos, dan pada tahap Tes Kesehatan dan Wawancara hanya 7,14% atau 1 dari 14 peserta yang lolos.
KEDUA, Bahwa dalam seleksi Calon Anggota KPU Sulsel, Timsel juga tidak memperhatikan Tindakan Khusus Sementara (affirmative action) terkait kuota 30% keterwakilan perempuan sebagai penyelenggara pemilu. Secara filosofis,
Telah diatur Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”.
Kemudian sebagaimana diatur di dalam Pasal 10 ayat (7) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyatakan bahwa komposisi keanggotaan KPU, keanggotaan KPU Provinsi dan Keanggotaan KPU Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dan Pasal 92 ayat (1) yang menyatakan bahwa Komposisi keanggotaan Bawaslu, Keanggotaan Bawaslu Provinsi, dan Keanggotaan Bawaslu Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen).
Faktanya pada tahap seleksi administrasi jumlah perempuan 18,57% atau 13 dari 70 pendaftar, pada tahap Tes Tertulis dan Tes Psikologi jumlah perempuan yang lolos sebanyak 25% atau 7 dari 28 pendaftar yang lolos, dan pada tahap Tes Kesehatan dan Wawancara hanya 28,57% atau 4 dari 14 peserta yang lolos. Meskipun dalam setiap tahapan seleksi representasi perempuan yang lolos cenderung naik dalam setiap tahapan proses, tetapi belum mencapai kuota 30%.
KETIGA, Bahwa Tim Seleksi Anggota Bawaslu Provinsi Sulsel dalam proses seleksi yang telah dilaksanakan hingga saat ini dalam melakukan tugasnya tidak tertib. Temuan OMS Kawal Pemilu, berdasarkan fakta bahwa pada tahapan Tes Tertulis dan Tes Psikologi terdapat 3 orang peserta tes terlambat datang dan diberi kesempatan untuk ikut pada sesi kedua, padahal berdasarkan aturan yang dibuat timsel yang menyebutkan bahwa peserta yang terlambat dinyatakan mengundurkan diri sebagaimana disebutkan dalam aturan No. 1 huruf c Pengumuman Timsel No. 014/Peng/Timsel.sulsel/02/2023
KEMPAT, Bahwa Tim Seleksi Anggota KPU Provinsi Sulsel dalam proses seleksi telah abai pada tanggapan dan bukti yang diajukan oleh OMS Sulsel. Bukti yang diajukan memuat rekam jejak calon anggota KPU ‘petahana’ yang telah melakukan upaya yang melanggar asas dan prinsip Pemilu. Serta calon anggota KPU Sulselyang berasal dari Bawaslu Provinsi Sulsel yang telah memutus ketiadaan pelanggaran tata cara, prosedur, atau mekanisme pada tahapan pemilu. Dalam hal ini rekapitulasi hasil verifikasi faktual perbaikan kepengurusan dan keanggotaan partai politik calon peserta Pemilu. Timsel malah melakukan konfirmasi sepihak kepada kepada calon Anggota KPU (Komisioner Bawaslu dan KPU) yang juga mengikuti seleksi, tanpa mengkonfirmasi pada pemilik alat bukti. Sikap tersebut menunjukkan ketidakprofesionalan dalam menyikapi tanggapan publik dan hal tersebut menunjukkan sikap yang sama dengan Bawaslu Sulsel yang mengabaikan bukti persidangan yang diajukan pelapor dalam memutus perkara. Hal tersebut juga menunjukkan sikap Timsel yang tidak cakap dalam menanggapi dan menilai rekam jejak peserta seleksi.
KELIMA, Telah beredar informasi bahwa ada oknum timsel melakukan komunikasi intensif dengan Calon-Calon Anggota KPU Sulsel termasuk dari petahana yang ikut dalam proses seleksi baik petahana KPU Provinsi Sulsel maupun petahana KPU Kabupaten/Kota di Sulsel yang ikut proses seleksi. Bahwa apa yang dilakukan oleh oknum Timsel tentu saja telah menyalahi standar etika sebagai tim seleksi.
Yang seharusnya bersikap mandiri, non partisan dan imparsial. Dan bahwa tidak selayaknya tim seleksi bersikap sebagai tim sukses untuk calon tertentu yang tentu saja telah mencederai logika ilmiah apalagi semua anggota tim seleksi berlatar belakang akademisi. Tim seleksi telah bertindak tidak adil terhadap peserta seleksi calon Anggota KPU Sulsel lainnya.
Atas berbagai temuan tersebut OMS Sulsel Kawal Pemilu menyatakan sikap sebagai berikut :
A. Atas kinerja timsel yang tidak professional, tidak adil, tidak mandiri, dan sarat dengan kolusi baik timsel Bawaslu Sulsel maupun timsel KPU Sulsel, maka OMS Sulsel menyatakan keprihatinan dan kekecewaan atas proses yang dilakukan oleh Timsel tersebut.
B. OMS Sulsel akan terus melakukan pengawalan dan menempuh upaya-upaya sesuai dengan mekanisme dalam memastikan penyelenggara yang berintegritas, bukan penyelenggara yang memiliki rekam jejak dengan integritas yang buruk dalam rangka menjaga maruah kelembagaan KPU Sulsel dan Bawaslu Sulsel.
C. Mengajak publik untuk mengawasi proses seleksi pencalonan anggota KPU dan Bawaslu di tingkat Provinsi Sulawesi Selatan dan seleksi pencalonan KPU dan Bawaslu di tingkat Kabupaten/Kota. Baik profesionalitas timsel dalam menerjemahkan tindakan khusus sementara (affirmative action) kuota 30% keterwakilan perempuan maupun integritas calon sesuai ketentuan peraturan yang berlaku. (LN)