LEGIONNEWS.COM – Kabar tidak menyenangkan memburu Amerika Serikat. Kali ini, program High-frequency Active Auroral Research Program (HAARP) atau Penelitian Auroral Aktif Frekuensi Tinggi kembali dituding sebagai penyebab bencana mematikan. HAARP disebut sebagai penyebab gempa magnitudo 7,8 yang mengguncang Turki dan Suriah pada Senin, 6 Februari 2023, bencana yang sampai saat ini telah menelan nyawa lebih dari 10 ribu orang.
Dilansir Live Science pada 2014, Angkatan Udara Amerika Serikat (AS) pada saat itu telah memberi tahu Kongres bahwa mereka ingin menutup HAARP, fasilitas penelitian kontroversial berbasis di Alaska yang mempelajari wilayah atmosfer bagian atas yang energik dan aktif. Teori konspirasi pun ramai mengomentari berita tersebut, mengingat HAARP telah lama menjadi pusat spekulasi liar sebagai program yang dirancang untuk mengendalikan iklim, bahkan lebih buruk lagi.
- Baca juga:
AS Mendadak Rilis Pernyataan Ini, Dituduh HAARP Jadi Biang Kerok Gempa Turki - Kehadiran Kapal Piring HAARP Sebelum Gempa Menjadi Perhatian Peneliti dan Penulis Turki
Pada tahun 2010, pemimpin Venezuela Huge Chavez mengklaim bahwa HAARP atau program sejenisnya adalah pemicu gempa Haiti pada tahun itu. Secara resmi, gempa Haiti pada 2010 itu disebabkan oleh sesar patahan yang sebelumnya tidak terpetakan di sepanjang perbatasan lempeng tektonik Karibia dan Amerika Utara.
HAARP adalah program penelitian yang dirancang untuk menganalisis ionosfer, bagian dari atmosfer bagian atas yang membentang dari sekitar 53 mil atau 85 kilometer di atas permukaan Bumi hingga 370 mil atau 600 km ke atas. Program ini didanai oleh Angkatan Udara, Angkatan Laut, Universitas Alaska dan Badan Proyek Penelitian Lanjutan Pertahanan (DARPA) AS.
Tujuan HAARP
Militer AS tertarik pada ionosfer karena bagian atmosfer ini berperan dalam mentransmisikan sinyal radio. HAARP mengirimkan sinar radio ke ionosfer untuk mempelajari respons darinya. Itu adalah salah satu cara untuk mengukur secara akurat bagian atmosfer yang tidak dapat diakses tersebut.
HAARP beroperasi dari Stasiun Penelitian HAARP di Gakona, Alaska, di mana HAARP memiliki pemancar frekuensi radio berdaya tinggi yang dapat mengganggu sebagian kecil ionosfer. Instrumen lain juga digunakan untuk mengukur gangguan.
- Baca juga:
Nikola Tesla dan Gempa Bumi Buatan - Presiden Jokowi: Dunia Pers Tidak Sedang Baik-baik Saja
Tujuan dari program ini adalah untuk memahami fisika ionosfer, yang secara konstan merespons pengaruh matahari. Suar matahari dapat mengirim partikelnya menuju Bumi, dan kadang mengganggu komunikasi dan jaringan listrik. Jika para ilmuwan bisa memahami apa yang terjadi di ionosfer, mereka mungkin bisa mengurangi masalah tersebut.
Tetapi, menurut wakil asisten sekretaris Angkatan Udara AS untuk sains, teknologi, dan teknik, David Walker, Angkatan Udara tidak lagi tertarik untuk mempertahankan HAARP,
Pada sidang Senat pada 14 Mei 2010, Walker mengatakan, Angkatan Udara tidak tertarik untuk memelihara situs tersebut dan akan melihat arah lain dalam penelitian ionosfer.
Konspirasi berlanjut
Rencana Angkatan Udara untuk menghancurkan HAARP dikritik. Profesor fisika dan astronomi di University of Maryland, Dennis Papadopoulos dalam opininya di Alaska Dispatch mengatakan, sementara Angkatan Udara tidak menginginkan atau menghargai nilai unik HAARP, pengguna dari beberapa lembaga federal, laboratorium dan universitas, dan negara-negara sahabat seperti Kanada, Inggris, Taiwan, Korea Selatan, Swedia dan Norwegia, sangat ingin menggunakan sumber daya unik HAARP). “Hal itu akan menyebarkan pengaruh dan kepemimpinan Amerika,” kata dia.
- Baca juga:
Johnny G Plate Batal Diperiksa Tim Penyidik Kejagung, Kapuspenkum: Hari Selasa - Iuran BPJS Kesehatan 2023 Naik? Cek Tarif Terbaru, Kelas 1,2,3 Dihapus
Pembuatan HAARP menelan biaya lebih dari 290 juta dolar AS atau Rp 4,3 triliun. Sebagian besar dialokasikan oleh almarhum Senator Ted Stevens yang memiliki pengaruh besar terhadap anggaran pertahanan AS selama masih di Kongres. Situs HAARP menjadi tempat bagi banyak proyek selama bertahun-tahun, termasuk aurora buatan manusia pertama pada tahun 2005.
Tapi ahli teori konspirasi menganggap tujuan HAARP jauh lebih jahat daripada yang terlihat. Program HAARP disalahkan atas segala hal, mulai dari pemanasan global, bencana alam, hingga suara misterius di langit.
Ahli teori konspirasi, Online menyatakan, HAARP harus disalahkan atas gempa bumi dan tsunami di Jepang pada 2011. Kemudian, tanah longsor di Filipina pada 2006, dan masih banyak lagi bencana alam lainnya. Teori konspirasi lain berpendapat bahwa HAARP mengendalikan pikiran orang atau mampu mengubah realitas.
Pada 2014, teori-teori tersebut belum mereda, meskipun sangat sedikit yang terjadi di HAARP. Pada Mei 2013, lokasi HAARP ditutup selama pergantian pemegang operasi. Pada saat itu, manajer program HAARP mengatakan kepada wartawan bahwa situs tersebut ditutup dan dikunci sementara, dengan hanya satu proyek DARPA yang tersisa untuk diselesaikan pada awal 2014.
Namun, HAARP sepertinya tidak jadi ditutup. Pada 11 Agustus 2015, pengoperasiannya dipindahkan sepenuhnya dari Angkatan Udara AS ke University of Alaska Fairbanks. Hal itu untuk memungkinkan HAARP melanjutkan eksplorasi fenomenologi ionosfer melalui perjanjian penelitian dan pengembangan kerja sama yang baru. (Sumber: republika)