NASIONAL – Jessica Stern, Utusan Khusus AS untuk Hak LGBTQI+, sudah dipastikan batal mengunjungi Indonesia. Hal disampaikan oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Sung Yong Kim.
Dia memberikan kepastian itu. Kim menjelaskan, ada berbagai pertimbangan mengapa Stern batal mengunjungi Indonesia.
- Berita Terkait:
BACA JUGA: Oknum Perwira Perkosa Kowad, Bertugas di Divisi 3 Kostrad Sulsel, Panglima TNI: Pecat!
“Salah satu alasan hubungan Amerika Serikat dan Indonesia begitu kuat adalah karena kita sama-sama menjunjung tinggi nilai-nilai seperti demokrasi, hak asasi manusia, keragaman, dan toleransi. Nilai-nilai tersebut harus berlaku untuk setiap anggota masyarakat, termasuk kelompok LGBTQI+,” kata Dubes Kim dalam keterangan persnya, Jumat (2/12).
Kim menjelaskan, di setiap negara, dialog tentang hak asasi manusia sangat penting. Menurutnya, dialog merupakan hal yang fundamental bagi demokrasi.
- Berita Terkait:
BACA JUGA: Begini Kronologis Perwira Perkosa Prajurit Kostrad Saat Bertugas di KTT G20 Bali
“Demokrasi yang maju menolak kebencian, intoleransi, dan kekerasan terhadap kelompok mana pun, dan mendorong dialog yang mencerminkan keragaman luas di masyarakat mereka,” kata Kim.
Kim menuturkan, sebenarnya AS berharap Stern tetap bisa mengunjungi Indonesia.
- Berita Terkait:
BACA JUGA: Presiden Jokowi Buka Rapimnas Kadin Tahun 2022
Stern diharapkan bisa berdialog dengan para pemimpin keagamaan, pejabat pemerintah dan anggota masyarakat untuk memastikan penghormatan terhadap hak asasi manusia LGBTQI+.
Namun, karena banyaknya penolakan dari berbagai elemen masyarakat dan dikhawatirkan kunjungan Stern memicu eskalasi, Kim mengatakan, kunjungan Stern ke Indonesia dibatalkan.
- Berita Terkait:
BACA JUGA: Diterima Wali Nanggroe Aceh, Netizen Sebut “Silahturahmi Nusantara”
“Setelah berdiskusi dengan rekan-rekan kami di pemerintah Indonesia, kami telah memutuskan untuk membatalkan Kunjungan Utusan Khusus Stern ke Indonesia,” kata Kim.
“Mengetahui bahwa orang-orang LGBTQI+ di seluruh dunia mengalami tingkat kekerasan dan diskriminasi yang tidak proporsional, penting untuk melanjutkan dialog dan memastikan rasa saling menghormati satu sama lain, daripada menganggap seolah-olah isu tersebut tidak ada,” lanjut Kim.
“Negara-negara seperti Indonesia dan AS dapat saling belajar mengenai cara melawan kebencian dan memastikan masyarakat yang lebih sejahtera dan inklusif untuk semuanya,” tutup dia. (Sumber: kumparan)