JAWA BARAT — Deputi Pemberdayaan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (KEMENPORA-RI) gelar Focus Group Discussion (FGD) berkaitan dengan Data Desa Presisi untuk Sentra Pemberdayaan Pemuda.
Kegiatan yang digelar di Aula Desa Margahayu Kabupaten Subang, Jawa Barat (24/09/2022) dihadiri langsung oleh Deputi Pemberdayaan Pemuda, Asdep Peningkatan Partisipasi Pemuda, Sekretaris Deputi Pemberdayaan Pemuda, LPPM IPB, Perwakilan Kementerian Pertanian, Dispora Provinsi Jawa Barat, Dispora Kabupaten Subang, Organisasi Kepemudaan Subang, Pemerhati Kepemudaan, serta stakeholder kecamatan dan desa.
Dr Sofyan Sjaf, Peneliti dari IPB yang merupakan inisiator Data Desa Presisi memaparkan gambaran data yang telah dipotret di Desa Margahayu sebagai salah satu desa yang menjadi percontohan Desa Presisi.
Data difokuskan dengan indikator Indeks Pembangunan Pemuda (IPP) yang mampu memotret secara detail hingga akar rumput paling bawah terkait beberapa aspek, salah satunya tentang indeks kepemudaan.
“Tahun 2017 ditemukan 47,13% data di desa-desa itu Error, artinya tidak sesuai dengan kondisi aktual di desa, sehingga akan menimbulkan kerancuan di lapangan. Itulah mengapa Data Desa Presisi ini kita cetuskan,” paparnya.
Direktur Eksekutif Saoraja Institute, Amul Hikmah Budiman yang turut hadir dalam diskusi tersebut mengapresiasi hadirnya data desa presisi yang juga bisa merekam indeks kepemudaannya.
“Tentu, melalui berbasis data hingga akar rumput secara detail, akan membantu melahirkan formulasi program yang akan benar-benar dibutuhkan pemuda” ungkap Magister Kepemudaan Unhas tersebut.
Amul lebih lanjut mengusulkan agar data ini tidak sekadar berhenti dalam sekadar kertas, perlu diintervensi lebih jauh oleh seluruh stakeholder, baik skala pemerintahan desa hingga pusat untuk mengentaskan permasalahan pemuda berbasis data tersebut.
“Jika data desa presisi ini digunakan oleh seluruh desa, maka kita akan mudah menentukan program, jadi program-program secara bottom-up untuk pemuda benar-benar realistis,” tambahnya.
Penggiat kepemudaan ini mengusulkan agar ke depan instansi terkait mampu mendorong lahirnya tenaga pendamping kepemudaan daerah dan sistem informasi kepemudaan. Sehingga program-prgoram kepemudaan yang muncul tidak sekadar “mengugurkan kewajiban”, namun tepat sasaran dan tepat manfaat.
“Sistem Informasi Kepemudaan saat ini belum maksimal, itu nanti akan sangat membantu data satu pintu kepemudaan. Eksekusinya adalah melalui Tenaga Pendamping Kepemudaan Daerah yang direkrut dengan berbagai kapasitasnya untuk mendampingi dan mengarahkan stakeholder Kepemudaan di daerah dalam mengawal dan membina program kepemudaan. Hal ini tentu akan sangat membantu meningkatkan Indeks Pembangunan Pemuda (IPP) yang dimulai dari desa,” tutupnya. (**)