JAKARTA – KPK telah menetapkan Hakim Agung Sudrajad Dimyati dalam kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung. Diketahui Sudrajad Dimyati telah menyerahkan dirinya sejak pagi tadi. Jumat (23/9)
Peradilan Indonesia kini tercoreng dengan peristiwa OTT terhadap Hakim Agung dan Pegawai Mahkamah Agung oleh KPK. Akan hal itu mendapat respon dari Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas.
Dia ikut berkomentar terkait penetapan status tersangka yang dilakukan KPK terhadap Hakim Agung Sudrajad Dimyati dalam kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung. Penetapan tersangka ini merupakan hasil OTT yang dilakukan KPK sejak Rabu (21/9).
Anwar menilai penangkapan hakim agung Dimyati oleh KPK ini jelas sangat memprihatinkan. Terlebih hakim dianggap sebagai sosok pengadil yang keputusannya selalu harus dihormati.
Namun nahasnya posisi sang hakim agung itu, menurut dia, justru harus tercoreng akibat dugaan tindakan rasuah yang dilakukannya bersama sejumlah pihak di MA.
”Dengan ditangkapnya seorang hakim di Mahkamah Agung yang terlibat dalam tindak korupsi oleh KPK maka kita sebagai warga bangsa tentu jelas sangat sedih dan prihatin karena kalau mentalitas dan perilaku dari para penegak hukum sendiri yang sudah rusak maka pertanyaannya, ke mana lagi kita di negeri ini akan mencari keadilan,” ujar Anwar melalui keterangan tertulisnya, Jumat (23/9).
Selain itu, dugaan tindakan yang dilakukan hakim agung Dimyati itu, menurut Anwar, makin memperparah gambaran peradilan di Indonesia yang menurutnya sedang tidak baik-baik saja.
Ia menyoroti beberapa perkara rasuah yang melibatkan banyak nama besar justru banyak yang disunat pidananya oleh MA. Situasi itulah, kata Anwar, yang memunculkan keraguan banyak pihak soal keberpihakan dari para hakim tersebut.
”Kalau selama ini kita diminta untuk menghormati keputusan hakim maka kita tentu paham dan mengerti karena kalau keputusan hakim tidak kita hormati maka negeri ini tentu akan kacau,” ucap Anwar.
Tak hanya buruk bagi proses peradilan di Indonesia, keterlibatan hakim atau pengadil dalam suatu perkara pidana disebut Anwar akan memunculkan preseden buruk. Termasuk berpengaruh pula pada ketidakyakinan para investor soal iklim investasi di Indonesia.
”Jika hukum sudah dipermainkan oleh para penegak hukum dan jika hakim dan penegak hukum sudah pandai berbohong dan mencuri maka tunggulah bencana dan malapetaka akan datang menimpa negeri sehingga keresahan, kegaduhan dan kerusuhan akan muncul di mana-mana,” kata Anwar.
”Itu tentu jelas tidak baik bagi perkembangan bangsa dan negara kita ke depan apalagi dalam bidang ekonomi karena para investor sudah jelas tidak akan mau berinvestasi sebab tidak ada rasa aman dan nyaman, tidak hanya bagi modal yang mereka tanam tapi juga bagi diri mereka sendiri,” lanjut dia.
Jika ingin situasi tersebut berubah, Anwar menegaskan perihal pentingnya pembenahan pada sistem hukum yang dimiliki Indonesia saat ini. Karena jika didiamkan, ia khawatir tindak pidana yang melibatkan seorang hakim akan makin jamak terjadi ke depan.
”Oleh karena itu karena kita ingin negara kita menjadi negara yang maju di mana rakyatnya hidup dengan aman tentram, damai dan bahagia maka pembenahan terhadap dunia hukum kita tentu benar-benar merupakan sebuah kemestian yang tidak bisa ditunda-tunda terutama menyangkut SDM-nya,” tandasnya.
Dalam perkara ini total ada 10 orang yang ditetapkan oleh KPK, yakni:
Penerima Suap
Sudrajad Dimyati (Hakim Agung pada Mahkamah Agung) Elly Tri Pangestu (Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung), Desy Yustria (PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung)
Muhajir Habibie (PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung) Redi (PNS Mahkamah Agung) Albasri (PNS Mahkamah Agung)
Pemberi Suap
Yosep Parera (Pengacara), Eko Suparno (Pengacara), Heryanto Tanaka (Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana) Ivan Dwi Kusuma Sujanto (Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana)
Dari 10 tersangka itu, enam orang telah ditahan. Namun empat orang lainnya termasuk hakim agung Dimyati masih belum ditahan karena tak termasuk para pihak yang diamankan dalam OTT. (Sumber: kumparan)