Kadis ESDM Sulsel: PT Vale Ingkar Janji, PLTA Larona Berpotensi Rugikan Negara

FOTO: Dialog Publik Tentang PT VALE Tbk di Ruang Senat Lt2 Rektorat Unhas, Jumat (23/09)
FOTO: Dialog Publik Tentang PT VALE Tbk di Ruang Senat Lt2 Rektorat Unhas, Jumat (23/09)

MAKASSAR — Polemik usulan penolakan kontrak karya PT Vale Indonesia oleh 3 Gubernur di Sulawesi terus bergulir, ditolaknya kelanjutan kontrak karya perusahaan tambang nikel tersebut karena dinilai minimnya memberikan konstribusi pada masyarakat dan pemerintah daerah.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulsel Andi bakti Haruni dalam dialog publik di gedung rektorat Unhas pada Jumat (23/09) mengatakan hingga jelang habis masa kontrak pada 2025 mendatang masih terdapat 11 poin penting pada isi kontrak karya tahun 2014 lalu yang belum di penuhi oleh PT Vale, dan itu menjadi syarat untuk dapat di berikan perpanjangan izin usaha pertambangan.

“Jadi dari syarat kontrak karya 2014 lalu masih ada poin penting yang belum dipenuhi vale, diantaranya pengembalian Pembangkit Listrik Tenaga Air pada negara setelah 20 tahun, pemberdayaan masyarakat lokal, produksi nikel yang wajib naik sebesar 25 persen tiap tahunnya dan investai 4 milliar USD atau sekitar Rp 60 Trilliun, jadi saya rasa cukup alasan pemprov dan pemda untuk menolak perpanjangan kontrak karena cuman di beri harapan palsu ji pemerintah.” Papar Andi Bakti Haruni dalam Dialog tersebut

Lanjut, khusus untuk PLTA larona yang memproduksi listrik sebesar 171,36 Megawatt (MW) Andi Bakti menjelaskan bahwa pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN) hanya diberikan pengelolaan sebesar 5 MW padahal dalam perjanjian kontrak karya dan KEPMEN PU dan tenaga listrik no 48/kpts/1975 tentang pemberian izin usaha listrik pada PT inco (vale) telah dijelaskan bahwa seluruh pengelolan PLTA harus diberikan sepenuhhnya pada negara setelah 20 tahun kontrak karya berjalan.

Advertisement

“Bedasarkan KEPMEN sangat jelas ketiga PLTA yang saat ini di kelola Vale harus di kembalikan pada negara, selama ini kan belum dikembalikan sehingga patut di duga negara di rugikan dalam hal itu dan mungkin hingga nilainya trilliunan rupiah.” Jelasnya

Sebelumnya dalam kunjungan ke PT Vale di luwu timur, Salah satu anggota Komisi VII dari fraksi PAN Nasril Bahar mempertanyakan luas lahan yang telah di garap oleh PT Vale (INCO) Indonesia, hal tersebut ia tanyakan setelah mendapatkan informasi mengenai lambatnya pengelolaan lahan tambang di lokasi tersebut.

“Saya tanya dari 118.000 ha berapa yang telah dikerjakan vale selama 54 tahun, lalu dijawab oleh vale hanya 6.000-7000 ha saja, sehingga saya merasa pekerjaan vale sangat lambat sehingga sudah sangat pantas kalau hanya mendapat ijin mengelola seluas 25.000 ha saja sesuai undang-undang yang baru dan sisa lahan agar dikembalikan ke pemerintah.” Kata Nasril di sela peninjauan kamis (15/09) lalu.

Sementara anggota Komisi VII DPR RI dari fraksi Demokrat Rusda Mahmud saat melakukan peninjauan ke PT Vale di kabupaten Luwu Timur juga menagih janji investasi pembangunan smelter senilai 60 trilliun rupiah yang belum di realisasikan.

“Kita masih ingat betul kontrak karya tahun 2014 lalu, dimana PT Vale akan menginvestasikan pembangunan pabrik smelter senilai 4 milliar US Dollar di wilayah Morowali Sulteng dan Pomalaa Sultra.” Ucap Rusda Mahmud di hadapan Direktur Utama PT Vale Indonesia Febriany Eddy, Kamis (15/09/22).

Advertisement