KUDUS – Usaha rokok memang mempunyai segmen pasar tersendiri dikalangan masyarakat, oleh karenanya pada saat pandemi covid 19 beberapa usaha mengalami kolaps maka tidak halnya dengan industri rokok yang tetap bergeliat karena sudah memiliki segmen pasar sediri/pelanggan.
Namun demikian usaha rokok diatur lebih ketat dan rumit oleh pemerintah karena pandangan pandangan negara terhadap rokok di satu sisi merugikan kesehatan namun disisi lain juga sebagai sumber pemasukan negara yang sangat besar dari cukai dan PPN. Hal tersebut diungkapkan oleh Ir. Agus Sarjono Ketua Persatuan Perusahaan Rokok Kudus (PPRK) saat ditemui dikantornya jl. Veteran no.1 Kota kudus.
Dengan sumbangan terhadap pemasukan negara yang sangat besar yang pada 2022 ditargetkan mencapai 193,53 triliun, hendaknya pemerintah dapat bekerjasama dan mencari solusi permasalahan yang dihadapi para pengusaha di lapangan. Dan yang terpenting bahwa perusahaan rokok yang berkonsep padat karya harus dilindungi karena disitu sebagai tumpuan penghidupan karyawan yang jumlahnya sangat banyak.
Ir. Agus Sarjono selaku ketua PPRK menyarankan agar kebijakan yang diambil pemerintah harusnya dapat melindungi perusahaan rokok yang berkonsep padat karya dan bukan padat modal, karena disitulah bentuk kehadiran negara mencarikan solusi terbaik.
Terkait isu akan dilanjutkannya kebijakan simplifikasi terhadap tarif Sigaret Kretek Tangan (SKT) dirinya berpandangan bahwa kebijakan itu akan sangat memberatkan pelaku usaha terutama yang berkonsep padat karya, rendah modal dan kategori UMKM.
“Perusahaan rokok kecil yang rata-rata memproduksi rokok jenis kretek (SKM) akan banyak yang gulung tikar apabila simplifikasi dilanjutkan, karena mereka dipaksa naik golongan oleh peraturan dan bukan kemampuan kapasitas produksi, hal tersebut akan berimbas ke PHK karyawan” ujar Agus Sarjono.
Simplifikasi yang sudah dijalankan saat ini sudah cukup memberatkan bagi pelaku usaha dan apabila akan diadakan penyederhanaan tarif lagi, maka akan semakin berat bagi pelaku usaha rokok kecil menengah berkonsep padat karya, dan itu hendaknya menjadi kajian serius pemerintah karena dampak sosial yang timbul akan sangat luas.
“Kami dari pengusaha tokok pada prinsipnya mendukung optimalisasi penerimaan negara dari Industri rokok untuk menunjang pembangunan nasional, sambil memohon pemerintah mencari solusi terbaik karena industri rokok ini menjadi tumpuan hidup bagi banyak orang agar tetap bisa survive” pungkas Agus Sarjono. (**)