PBNU Maklumi Kebijakan Pemerintah menaikkan harga BBM Bersubsidi

FOTO: Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf
FOTO: Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf

JAKARTA – Pemerintah telah memutuskan kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi. Keputusan Presiden Joko Widodo atau Jokowi mendapat apresiasi dari Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf.

Menurut Ketua Umum PBNU ini memaklumi kebijakan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) karena itu merupakan pilihan sulit di tengah situasi yang pelik.

“Kami memaklumi kenapa pemerintah menaikkan BBM,” kata Gus Yahya di sela-sela membuka Kaderisasi Wilayah NU Sumatera Utara XVIII di Medan, Jumat, 9 September 2022.

Presiden Jokowi mengumumkan kenaikan harga BBM subsidi dan non-subsidi pada Sabtu, 3 September lalu. Harga BBM bersubsidi Pertalite naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10 ribu per liter, sementara harga Solar naik dari Rp 5.000 menjadi Rp 6.800 per liter.

Advertisement

Kenaikan juga terjadi pada BBM non-subsidi Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp.14.500 per liter. Kenaikan harga Pertamax itu merupakan yang kedua kalinya dalam kurun waktu enam bulan terakhir setelah sebelumnya sempat naik dari Rp 9.500 menjadi Rp 12.500 per liter.

Menurut Jokowi, subsidi BBM akan dialihkan untuk bantuan yang lebih tepat sasaran. Jokowi mengatakan dirinya sebenarnya ingin harga BBM di dalam negeri tetap terjangkau dengan memberikan subsidi APBN. Namun dia mengatakan anggaran subsidi BBM terus naik.

“Tetapi anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022 telah meningkat 3 kali lipat dari Rp 152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun dan akan meningkat terus,” kata dia.

Namun kenaikan harga BBM diprotes oleh masyarakat dan anggota parlemen. Salah satunya dari anggota DPR RI fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS. Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi PKS, Mulyanto, mendesak pemerintah mencabut kenaikan harga BBM karena harga minyak dunia turun hingga USD 80 per barel.

Mulyanto mengatakan angka tersebut berada jauh di bawah besaran asumsi makro harga ICP alias harga patokan minyak mentah di Indonesia. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2022, kata dia, harga ICP sebesar USD 100 per barel.

“Dengan penurunan harga minyak dunia ini maka alasan Pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi jadi tidak relevan dan sulit dinalar logika masyarakat,” kata Mulyanto dalam keterangannya, Kamis, 8 September 2022.

Kenaikan harga BBM itu pun disambut dengan aksi demonstrasi di sejumlah kota. Mulai dari buruh hingga mahasiswa menggelar demonstrasi untuk menolak kenaikan BBM. Di Jakarta, demonstrasi digelar di depan Gedung DPR RI, Patung Kuda, hingga depan Istana Negara.

Menurut Yahya Cholil Staquf, PBNU memahami bahwa pemerintah menghadapi pilihan yang sulit. Di satu sisi pemerintah harus menyelamatkan APBN sementara di sisi lain mereka harus menjaga agar masyarakat tidak terbebani. Karenanya, kata Yahya, saat ini Nahdlatul Ulama harus membantu pemerintah dalam mengatasi persoalan bangsa.

“Caranya? Kita harus bantu meringankan beban dengan tidak menambah beban pemerintah,” ujarnya. (Sumber: tempo)

Advertisement