Oleh: A. Arnas Nasruddin
LEGION NEWS.COM – BUMN seperti PT PLN (Persero) dirancang khusus untuk menciptakan sistem pengelolaan dan pengawasan berlandaskan pada prinsip efisiensi dan produktivitas Perusahaan guna
meningkatkan kinerja dan nilai (value) BUMN, serta menghindarkan BUMN dari tindakan-tindakan
pengeksploitasian di luar asas tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).
Namun Dalam kenyataannya Kata Arnas Nasruddin dari Divisi Sosial Kemasyarakatan DPP LIMIT, walaupun BUMN telah mencapai tujuan awal sebagai agen pembangunan dan pendorong terciptanya korporasi, namun tujuan tersebut dicapai dengan biaya yang relatif tinggi. Kinerja perusahaan dinilai belum memadai, seperti tampak pada rendahnya laba yang diperoleh
dibandingkan dengan modal yang ditanamkan.
Dikarenakan berbagai kendala, BUMN belum sepenuhnya dapat menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi bagi masyarakat dengan harga yang terjangkau serta belum mampu berkompetisi dalam persaingan bisnis secara
global.
Selain dari itu ujar Arnas Nasruddin, Belum lagi para oknum yang memanfaatkan Keberadaan
Perusahaan Negara ini melalui “Keputusan Gelap yang berdampak pada timbulnya biaya-biaya
siluman seperti halnya menjual stempel,” perbuatan ini harus segera di hentikan.
Padahal berdasarkan Peraturan Perundang-undangan (pasal 91 UU/BUMN) dijelaskan bahwa
Agar supaya Direksi dapat melaksanakan tugasnya secara mandiri, pihak-pihak luar manapun, selain organ BUMN tidak diperbolehkan ikut campur tangan terhadap pengurusan BUMN.
Termasuk dalam pengertian campur tangan adalah tindakan atau arahan yang secara langsung memberi pengaruh terhadap tindakan pengurusan BUMN atau terhadap pengambilan keputusan oleh Direksi.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mempertegas kemandirian BUMN sebagai badan usaha agar dapat dikelola secara profesional sehingga dapat berkembang dengan baik sesuai dengan tujuan usahanya.
Terutama PT PLN (Persero) yang usahanya berkaitan dengan kepentingan umum yang
seharusnya kata Arnas, setiap keputusan Pemerintah yang membidangi Kelistrikan akan selalu berpijak pada Peraturan Perundang-undangan yang merupakan suatu arahan yang lebih bisa di pertanggung jawabkan, utamanya Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan Undang-Undang dan mengenai sistem yang dipakai dalam upaya peningkatan kinerja BUMN, yaitu berupa pemberlakuan segala beban-beban masyarakat dengan menunjuk sistem atau mekanisme korporasi secara jelas dan tegas dalam mendukung
pengelolaan BUMN.
Jangan malahan bekerjasama dengan pihak lain lalu memanfaatkan kekuasaan dan membebankan Masyarakat melalui kebijakan sesat, Imbuh arnas.
Ditambahkan Arnas, Suatu keanehan yang terjadi di Perusahaan Listrik yang merupakan milik Negara ini, yaitu PLN yang memiliki Daya listrik, namun yang berhak menentukan bisa atau tidaknya dapat dilayani pemasangan listrik setelah membayar “biaya Supervisi” untuk memperoleh Nomor Identitas Instalasi Tenaga listrik (NIDI) yang diterbitkan oleh Dirjen Kelistrikan.
Padahal yang di ketahui, bahwa pemerintah adalah sebagai regulator bukan mengatur-atur Biaya Pemasangan Listrik yang merupakan Tugas Pemilik Daya (PT PLN). Oleh karenanya, aparat
penegak Hukum sebaiknya segera turun tangan untuk menertibkan masalah ini”, Tutup Arnas.