UAS di Deportasi dari Singapura, Singgung Pilpres 2019, “Mana Kawan dan Lawan yang Berbaju Kawan”

FOTO: Ustaz Abdul Somad atau UAS/Net
FOTO: Ustaz Abdul Somad atau UAS/Net

LEGION NEWS.COM – Ustaz Abdul Somad atau UAS kembali menjadi perbincangan saat dirinya mengaku dideportasi negara Singapura saat hendak berkunjung ke negara itu. Belakangan diketahui jika UAS ditolak masuk dengan berbagai alasan.

Pasca insiden tersebut, berbagai berita tentang UAS pun kembali mencuat. Salah satunya mengenai keputusannya mendukung Prabowo sebagai calon presiden (Capres) pada Pilpres 2019 lalu.

Disebutkan jika setelah Pilpres usai dan Prabowo kalah, UAS belum bertatap muka lagi dengan pria yang kini menjabat sebagai Menteri Pertahanan tersebut.

Uniknya dalam sebuah siaran, UAS menyebut jika Pilpres 2019 itu ia bisa mengetahui mana kawan dan lawan yang berbaju kawan.

Advertisement

Memetik hikmah dari pilpres 2019

UAS menyebut jika ia tak merasa marah dan kecewa atas apa yang diterimanya. Ia hanya memetik hikmah dari kejadian tersebut yang memperlihatkan bagaimana sesungguhnya karakter orang-orang yang selama ini di dekatnya.

Pilpres tetap ada lima tahun sekali dari dulu hingga kini. Pilpres 2019 bagi UAS? memperlihatkan mana teman sejati, mana lawan berbaju kawan selama ini,” ujar UAS dikutip Hops.ID dari kanal YouTube InfoForU pada Sabtu, 21 Mei 2022.

“Menjadi marah, hanya karena berbeda pilihan. Lalu marah berubah menjadi fitnah. Menunjukkan akal tak lagi mengikat nafsu. Semoga kita tetap jaga NKRI, dengan kelapangan hati,” lanjutnya.

Tidak merasakan kekecewaan meski harus membayar mahal

Lebih lanjut, UAS tidak merasakan kekecewaan atas apa yang sudah terjadi. Ia berujar telah melakukan apa yang seharusnya ia lakukan.

“Tidak ada kekecewaan sedikit pun karena itu adalah hal yang sudah saya lakukan, saya hanya perlu melakukan apa yang saya lakukan,” ucap UAS dikutip Hops.ID dari kanal YouTube Refly Harun.

Namun pasca keputusannya memproklamirkan diri sebagai pendukung salah satu capres, UAS harus membayar mahal dengan bully dan berbagai penerimaan pahit lainnya.

“Walaupun saya harus membayar dengan high cost, harga mahal, dengan bully, dengan kebencian, dengan putus persahabatan dan lain-lain,” ujar UAS.

“Saya tidak kecewa karena gagasan akan diperjuangkan oleh siapa pun, yang kedua saya tidak berijtihad sendiri, saya mendengarkan fatwa ulama yang dzahir, yang melihat dari analisa, ulama yang bathin, ulama yang selalu mendapatkan inspirasi wahyu walau sudah terputus tapi mendapat ilham dari kejernihan hati,” pungkas UAS.***

Advertisement