FILOSOFI – Di kalangan masyarakat tidak jarang terdengar ungkapan, minta maaf itu tidak harus nunggu lebaran, kapan saja bisa.
Mereka beralasan karena Rasulullah SAW dan sahabat kalau ldul fitri yang diucapkan bukan, mohon maaf lahir batin.
Lantas apa yang disabdakan nabi bila tiba hari raya idul fitri?
Sejauh ini saya yang awam ini belum pernah tahu. Yang saya tahu hanya ungkapan para sahabat bila saling bertemu pada hari raya mengucapkan: ‘taqobalallahu minna wa minkum’.
تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك
Artinya: “Semoga Allah menerima amal ibadah kami dan amal ibadah kalian semua.”
Jubair bin Nufair mengisahkan sebuah riwayat di mana para sahabat Rasulullah SAW saling mengucapkan kalimat ini saat berjumpa di Hari Raya Idul Fitri. Demikian dikutip dari Kitab Fathul Bari, tulisan Ibnu Hajar Al Asqolani.
Atas hal tersebut sebagian ulama membolehkan, termasuk imam Ahmad, tetapi beliau sendiri tidak akan mengucapkan terlebih dahulu dan hanya menjawab bila ada yang mengucapkannya.
Sedangkan ucapan, minal aidin wal faizin dan mohon maaf lahir batin, merupakan ungkapan hari raya idul fitri khas tanah air.
Bahkan ucapan minal aidin wal faizin sering difahami dengan pengertian, mohon maaf lahir dan batin. Padahal artinya sebenarnya adalah: Semoga kita tergolong orang-orang yang kembali (dari perang melawan hawa nafsu) dan berhasil/menang”.
Itulah mengapa hari raya Idul Fitri sering disebut dengan hari kemenangan.
Adapun ucapan mohon maaf lahir batin ini erat kaitannya dengan filosofi ketupat yang kemudian menjadi masakan khas lebaran.
Ketupat berasal dari kata kupat yang memiliki makna ganda, yaitu ngaku lepat (mengakui kesalahan) dan laku papat (empat tindakan).
Laku papat alias empat tindakan yang dimaksud adalah lebaran, luberan, leburan, dan laburan. Keempatnya bermakna berakhirnya puasa, berbagi rezeki berlimpah dalam artian zakat fitrah, peleburan dosa dan memutihkan (suci) kembali hati.
Selanjutnya penggunaan janur dan bentuk dan anyaman ketupat yang khas pun memiliki arti tersendiri. Secara fisik, anyaman ketupat juga merupakan simbol jalan hidup manusia yang penuh dengan permasalahan, ribet dan penuh dengan liku-liku.
Sementara itu, penggunaan janur atau daun kelapa muda yang mudah dibentuk, masih lentur, dan memiliki kondisi yang masih baik, secara filosofis menggambarkan sifat manusia yang dapat dibentuk, diarahkan dan dididik agar hidupnya selalu indah dan harmonis.
Perwujudan filosofi ketupat ini dilakukan dengan tradisi sungkeman dan bersimpuh di hadapan orang tua. Kedua praktik tersebut adalah implementasi dari makna ngaku lepat, mengakui kesalahan-kesalahan di masa lalu.
Disamping ketupat, lebaran terasa belum lengkap bila tidak ada opor ayam. Opor, kata sejarawan kuliner Universitas Padjadjaran Fadly Rahman, kuliner yang sudah ada sejak abad ke 15 M ini merupakan akulturasi masakan kari dari India yang kaya rempah dan gulai dari Arab. Kemudian disesuaikan dengan lidah nusantara yang cenderung gurih dan tidak terlalu pekat dengan rempah sehingga diganti menggunakan santan atau santen dengan sedikit kunyit dan bumbu lainnya.
Opor pada mulanya menggunakan daging sapi, kemudian ke daging itik atau entok dan terakhir menggunakan daging ayam.
Penyajian opor sebagai teman makan ketupat saat lebaran juga bukan tanpa alasan. Opor dibuat dengan kuah santan atau santen, yang memiliki bunyi mirip dengan pangapunten.
Dimana kata ini berarti permintaan maaf di dalam bahasa Jawa. Jadi penyuguhan opor sebagai pendamping ketupat memiliki makna simbolis mengakui kesalahan dengan tulus dan diikuti permintaan maaf.
Oleh karena itu tradisi sungkeman dan bermaaf-maafan hanya ada di tanah air yang tidak akan kita temukan di negara negara Arab, Turki, Pakistan atau lainnya.
Maka itu dalam sungkeman lebaran masyarakat (jawa) biasanya berucap: ngaturaken sugeng riyadi sedoyo kelepatan kulo nyuwun ngapunten…
Yang artinya: Mengucapkan selamat hari raya, saya mengakui semua kesalahan dan saya minta maaf…
♡Selamat Hari Raya
Idul Fitri 1443 H♡
°Taqabalallahu minna wa minkum, minal aidin wal faizin, Mohon maaf lahir°
Wallahua’lam bi shawab
(Gaf)