LEGION NEWS.COM – Varian biji pala yang paling dikenal biasanya berasal dari Pulau Banda, Maluku, namun sebetulnya terdapat varietas berkualitas tinggi lainnya, yaitu pala yang berasal dari Fakfak, Papua Barat.
Perbedaan pala Banda dan Papua dapat dilihat secara fisik. Pala Banda berbentuk bulat, sedangkan pala Papua berbentuk lonjong dengan ukuran lebih besar.
Sustainable Sourcing Manager Yayasan Inobu, Ofra Shinta Fitri, mengatakan rasa daging buah pala Papua juga lebih manis dan tidak menyisakan rasa getir.
Bahkan, Co-founder Papua Muda Inspiratif Nanny Uswanas, bercerita bahwa daging buah pala sering digunakan sebagai pengganti jeruk dalam masakan masyarakat Fakfak.
Menurut Nanny, 70 hingga 80 persen wilayah Kabupaten Fakfak merupakan hutan pala endemik. Bagi masyarakat Fakfak, pala tidak hanya berperan sebagai bahan makanan, melainkan juga memiliki fungsi ekonomi, sosial dan budaya, serta ekologi.
Berikut adalah enam fakta mengenai pala Papua yang menarik untuk diketahui, sebagaimana dikutip dari siaran pers, Senin.
Ibu yang memberi kehidupan
Secara budaya, pohon pala di Fakfak dianggap seperti ibu sendiri oleh masyarakat setempat karena pohon tersebut dinilai memberi kehidupan. Untuk menjaga pohon pala, Nanny mengatakan masyarakat memberlakukan sanksi adat jika ada yang menebang pohon pala.
Nanny berpendapat laju pembangunan yang akan mengharuskan pembukaan lahan baru–mungkin mengorbankan hutan pala–tidak bisa ditahan. Oleh sebab itu, menurutnya, regulasi pembukaan lahan harus diiringi dengan inisiatif menanam kembali pala dan menjadikan lokasi-lokasi tertentu sebagai area pelestarian pala, semacam hutan lindung.
Alat barter pada zaman dahulu
Pala sudah dipandang sebagai komoditas yang bernilai ekonomi tinggi pada masa kolonial. Nanny bercerita bahwa pala pertama kali diekspor dalam bentuk barter. Ekspor pala, ujar Nanny, telah dilakukan sejak zaman Belanda.
Belakangan, ketika pemerintah formal mulai terbentuk, barulah masyarakat mengenal pala sebagai komoditas unggulan yang nilainya sangat menjanjikan. Penjualan zaman dahulu bukan per buah, melainkan per pohon.
“Sebenarnya pemetik akan merugi, kalau buah di satu pohon terbilang banyak. Tapi, dulu secara tradisional transaksinya memang seperti itu,” kata Nanny.
Digunakan sebagai “bank hidup”
Menjual pala atau menggadai pohon pala tidak bisa dijadikan sebagai mata pencaharian utama penduduk Fakfak karena pala tidak bisa dipanen setiap hari. Menurut Nanny, hasil pala yang dipanen dan dijual oleh masyarakat digunakan sebagai “bank hidup” atau dana cadangan.
Pala Papua bisa dijual dalam bentuk segar maupun kering. Menurut Nanny, sejak ia kecil hingga sekarang, warga Fakfak menjual pala segar baru petik per 1.000 buah. Sedangkan, pala kering rata-rata dijual per kilogram. (Antara)