LEGION NEWS.COM – Rapat Dengar Pendapat di Komisi D DPRD Sulsel terjadi insiden ‘Pengusiran’ terhadapan 2 utusan dari PT. Vale Tbk. Terus menjadi perhatian publik.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan menyampaikan pernyataan sikapnya terkait dengan perusahaan tambang terbesar di Sulsel. PT Vale Indonesia di Blok Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan
Pertama, WALHI Sulawesi Selatan mengapresiasi Pimpinan DPRD Sulsel yang telah mengundang pada rapat dengar pendapat pada hari Kamis, (24/3)
Kedua, WALHI Sulsel ingin menyampaikan permohonan maaf kepada pimpinan DPRD Sulsel, khususnya pimpinan RDP hari ini, bahwa Direktur Eksekutif WALHI Sulawesi Selatan tidak berkenan hadir, bukan karena tidak menghormati undangan DPRD, melainkan karena tidak mau bertemu dengan PT Vale Indonesia.
Karena perlu DPRD Sulsel ketahui bahwa saat ini tiga orang pejuang masyarakat adat di Sorowako, sedang ditahan di Polres Lutim karena memimpin demonstrasi ke PT Vale untuk menuntut perbaikan hidup dan hak-hak dasar lainnya. Sayangnya, 5 hari berdemo, PT Vale tak kunjung mau menemui warga, malah menurut informasi masyarakat, PT Vale memancing terjadinya keributan, sehingga tiga aktivis yang memimpin demonstrasi ditangkap dan ditahan oleh polisi.
Kita semua tahu, bahwa PT Vale telah mengeksploitasi sumber daya alam kita di Blok Sorowako selama 53 tahun. Anggota DPRD Sulsel juga pasti tahu negara-negara mana saja dan perusahaan-perusahaan mana saja yang mendapat keuntungan besar dari kegiatan tambang dan bisnis jual beli nikel dan cobalt yang diambil dari tanah Sorowako.
Lalu apa yang masyarakat dan daerah dapatkan dari kegiatan tambang PT Vale?
Pada rapat dengar pedapat hari ini, kami tidak akan menjelaskan mengenai limbah kayu PT Vale, karena masalah tersebut hanya sebagian kecil dari masalah-masalah lainnya.
Adapun persoalan-persoalan besar di lingkar atau area tambang PT Vale yang harus menjadi perhatian pemerintah saat ini adalah sebagai berikut:
PERTAMA, Konsesi PT Vale saat ini merupakan tanah ulayat masyarakat adat dan kebun-kebun
masyarakat. Tuntutan masyarakat adat untuk menghentikan kegiatan tambang nikel di tanah ulayat atau hutan adat masyarakat, begitu juga tuntutan masyarakat agar konsesi PT Vale direvisi dan keluar dari tanah dan kebun masyarakat tidak akan pernah berakhir. Masalah tersebut belum termasuk tanah, kebun, pemukiman masyarakat adat yang telah berubah menjadi fasilitasi public PT Vale, seperti perumahan karyawan, lapangan golf dan lain-lain. Oleh karena itu, kami perlu mengatakan bahwa persoalan tanah di lingkar atau area tambang PT Vale belum clear 100 persen.
KEDUA, Tidak adanya akses masyarakat terhadap informasi public. Sejauh pengamatan WALHI Sulsel, PT Vale sejak lama menutup informasi public kepada masyarakat adat dan lokal di area tambangnya. Ada banyak informasi public yang seharusnya diterima oleh masyarakat adat maupun masyarakat lokal namun tidak diberikan. Bebeberapa informasi public yang wajib diketahui dan diberikan kepada masyarakat adat dan lokal ialah Informasi mengenai rencana kerja pertambangan PT Vale, rencana dan hasil pemantauan dan pengelolaan dan pemulihan lingkungan PT Vale. Rencana dan hasil pemberdayaan masyarakat, dan lain-lain.
Berdasarkan kondisi tersebut, kami menilai, PT Vale menutup informasi public ke masyarakat untuk menghilangkan peran masyarakat adat dan organisasi masyarakat sipil dalam pemantauan dan pengelolaan lingkungan serta pemberdayaan masyarakat di area tambang PT Vale. Maka menurut kami, PT Vale telah mengabaikan hak asasi masyarakat adat dan lokal di area tambang nikel tersebut. Kondisi ini juga yang membuat masyarakat adat dan lokal di lingkar tambang PT Vale akan terus melaakukan demonstrasi di PT Vale.
KETIGA, Hak-hak masyarakat adat tidak pernah difasilitasi oleh PT Vale. Sampai saat ini, kami masih menemukan kehidupan masyarakat adat di lingkar tambang PT Vale yang hidup dalam kondisi miskin. Selain itu, masyarakat adat di perkampuangan dongi juga hingga saat ini tidak mendapatkan akses air bersih. Kondisi ini jauh berbeda dengan kehidupan karyawan PT Vale
yang mendapatkan semua hak dasar mereka dan fasilitas yang sangat baik. Ini menunjukan bahwa PT Vale tidak pernah memenuhi hak dasar masyarakat adat yang bermukim di lingkar atau area tambangnya. Dengan demikian, PT Vale telah mengingkari komitmen
mensejahterakan masyarakat Indonesia di Sorowako dan sekitarnya.
KEEMPAT, PT Vale masih menggunakan sumber energi kotor batu bara. Saat ini, 60 persen energi PT Vale untuk memproduksi nikel bersumber dari energi kotor batu bara. Semetara, beberapa hari yang lalu, Presiden PT Vale di sebuah acara mengatakan berkomitmen menjaga bumi.
Faktanya, PT Vale berkontribusi memproduksi emisi yang besar dari pengunaan batu bara. Disisi lain, PT Vale terus melakukan deforestasi untuk kegiatan tambang tanpa dibarengi dengan pemulihan lingkungan. Oleh karena itu, di forum RDP hari ini, WALHI Sulsel menyatakan perkataan Presiden PT Vale adalah kebohongan public.
KELIMA, PT Vale tidak pernah mempublikasi jenis dan kandungan mineral yang dikirim ke Jepang, khususnya ke pabrik Sumitomo Corporation. Hal ini perlu diinvestigasi dan diaudit untuk
memastikan bahwa kekayaan Indonesia yang berniali tinggi tidak dimanfaatkan untuk memperkaya perusahaan dan negara lain.
KEENAM, PT Vale tidak pernah mempublikasikan secara transparan cara atau treatment yang digunakan dalam pemurnian nikel dan pengelolaan limbah di air dan udara. Pemerintah dan masyarakat harus tahu secara terang. Dan PT Vale harus rela dan jujur memberikan informasi tersebut kepada DPRD dan masyarakat.Sementara resiko Kesehatan dan lingkungan
dibebankan kepada negara dan rakyat, menurut kami PT Vale telah menutup informasi yang sangat penting kepada pemerintah dan masyarakat.
KETUJUH, PT Vale hingga saat ini juga mengabaikan hak-hak masyarakat pesisir dan sungai Malili yang dominan berprofesi sebagai nelayan. Pendapatan nelayan yang hidup di sepanjang sungai
Malili terus menurun karena kegiatan bongkar muat batu bara dan nikel di Pelabuhan PT Vale. Hingga saat ini, PT Vale tidak pernah melindungi kehidupan masyarakat pesisir.
KEDELAPAN, PT Vale menerapkan cara-cara represif dan anti dialog dalam menangani konflik dan menjawab tuntutan masyarakat adat dan lokal di area lingkar tambang. Buktinya, pertama, PT Vale memagar pemukiman warga dan memperlakukan warga yang bermukim di kampung dongi seperti tahanan. Kedua, 3 orang aktivis yang memimpin aksi unjuk rasa beberapa hari lalu di PT Vale ditangkap dan ditahan. Hal ini yang mebuat kami dan masyarakat adat di lingkar tambang PT Vale semakin yakin bahwa PT Vale telah memperlihatkan wujud aslinya yang represif dan abai terhadap hak-hak masyarakat adat – lokal di area tambang.
KESEMBILAN, PT Vale melakukan kegiatan perusahaan di luar konsesi. Kami menemukan bahwa PT Vale
melanggar ketetuan negara Indonesia dengan melakukan kegiatan perusahaan di luar konsesi yang diberikan pemerintah. Di pertemuan rapat dengan pendapat ini, kami minta DPRD Sulsel mendesak Kepolisian agar menindak pelanggaran KK PT Vale. Kalau tidak, izinkan kami melaporkan pelanggaran ini.
Pada dasarnya masih banyak masalah dan ketimpangan yang terjadi di area tambang PT Vale yang sebenarnya harus kami sampaikan di tempat ini. Namun kami juga menyadari bahwa RDP ini juga
tidak akan bisa melahirkan banyak solusi bagi perbaikan hidup dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat di Sorowako.
Sehingga kami hanya menyampaikan beberapa hal penting saja yang intinya bahwa PT Vale tidak pernah menjalankan prinsip-prinsip penegakan dan penghormatan HAM pada operasi bisnisnya.
Akan tetapi, masyarakat luas melalui media harus mengetahui bahwa selama 53 tahun PT Vale di Indonesia, negara Brazil, jepang dan Kanada lah yang semakin kaya karena pertambangan dan
pengolahan nikel di Blok Sorowako.
Para konglongmerat asing pemegang saham PT Vale seperti Vale Canada Limited, Sumitomo Metal Mining Co Ltd, Vale Japan Limited, Sumitomo Corporation yang mendapat untuk raksasa dan semakin kaya raya. Sementara masyarakat adat, lokal, buruh kontrak, nelayan, perempuan hidup miskin dan menanggung resiko penyakit dan kerusakan lingkungan.
Apa yang didaptakan Indonesia sangat tidak sebanding dengan keuntungan perusahan-perusahaan tersebut diatas.
Oleh karena itu, mewakili masyarakat adat, masyarakat lokal, pekerja (buruh), nelayan, perempuan dan anak-anak di area tambang PT Vale, kami menuntut kepada Pemerintah Indonesia:
- Bebaskan Hamrullah, Eka, dan Nimron tanpa syarat.
- Hentikan seluruh operasi pertambangan dan pengolahan nikel PT Vale di Blok Sorowako
- Kembalikan tanah ulayat masyarakat adat Karoensie, Padoe dan lain-lain di Blok Sorowako.
- Menolak Perpanjangan IUP K PT Vale di Blok Sorowako
- Audit kegiatan tambang PT Vale di Blok Sorowako, mulai dari audit lingkungan, social dan kepatuhan terhadap perundang-undangan.
- Desak PT Vale bertanggung jawab penuh terhadap pemulihan lingkungan (hutan, danau, pesisir dan laut) dan hak-hak masyarakat adat – lokal di Sorowako
- Penuhi hak-hak dasar masyarakat adat di lingkar tambang PT Vale. Khususnya berikan akses air bersih kepada masyarakat yang tinggal di kampung dongi.
- Desak Kapolda Sulsel dan Kapolres Lutim untuk menghentikan intimidasi terhadap para pejuang masyarakat adat di lingkar tambang PT Vale. Sorowako dan Makassar, 24 Maret 2022. (Sumber: Direktur Eksekutif WALHI Sulawesi) Selatan.