Menatap Pilgub 2024, Membaca Tantangan Para Nahkoda Baru Parpol di Sulsel

Direktur Profetik Institute, Asratillah

LEGION NEWS.COM – Lembaga konsultan politik yang juga lembaga survei, Profetik Institute, memberikan pandangannya menatap Pemilu 2024 mendatang, bakal menjadi tantangan bagi sejumlah pimpinan baru partai politik di Sulawesi Selatan.

Sebab Pemilu 2024 menjadi yang pertama sejak sang nakhoda memimpin partai politik. Mereka terpilih pasca Pemilu 2019.

Sebut saja nama-nama baru yang memimpin partai politik di Sulsel, Seperti Taufan Pawe (Golkar), Andi Iwan Darmawan Aras (Gerindra), Imam Fauzan (PPP), Amri Arsyid (PKS), Amsal Sampetondok (Hanura) merupakan pimpinan parpol di Sulsel yang terpilih pasca Pemilu 2019.

Lantas bagaimana melihat kesiapan para pimpinan parpol di Sulsel, terkait target dan persiapan menghadapi Pemilu dan Pilkada Gubernur, Bupati dan Wali kota di 2024.

Advertisement

Asratillah Direktur Profetik Institute saat ditemui awak media memiliki pandangannya terkait para nahkoda baru yang dia sebut-sebut bakal bertarung di pemilihan gubernur Sulsel mendatang.

Asratillah, “Ada tiga hal yang bisa digunakan sebagai parameter untuk mengukur kesiapan partai politik terutama nahkodanya,” kata dia.

Pertama, kesiapan dalam hal infrastruktur politik, yakni sampai sejauh mana infiltrasi perekrutan keanggotaan parpol tertentu hingga sampai ke lapis masyarakat paling bawah.

“Partai-partai pemenang pemilu seperti Golkar, PPP, PKS bisa dikata telah memiliki infrastruktur politik yang kokoh, dan ini menyebabkan ketua-ketuanya secara otomatis ikut mendulang modal politik yang besar,” tutur Direktur Profetik Institute.

Dia menambahkan, “Berbeda dengan parpol yang belum lolos PTH dan mengalami konflik internal seperti Hanura, maka perlu kerja keras bagi sebagai partai ataupun ketuanya dalam membangun jejaring politik hingga ke tingkat bawah,” ujar dia.

Kedua, Mobilisasi Politik. kesiapan infrastruktur dari parpol akan menentukan kesiapan kapasitas mesin politik parpol. semakin solid infrastruktur dan jejaring politiknya, maka semakin besar pula daya dorong dan daya tarik mesin politiknya.

Begitu pula dengan ketua-ketua parpol yang ada, semakin besar kapasitas mesin politik parpol maka akan semakin efektif menjadi kendaraan bagi ketua-ketuanya untuk merealisasikan target-target politik mereka, apakah melalui pilkada atau pileg nanti.

“Taufan Pawe, Andi Iwan Darwmawan Aras dan Fauzan, saya pikir berpotensi menjadi rising star dalam panggung politik Sulsel, mengingat partai yang mereka pimpin punya kapasitas politik yang besar,” jelasnya.

Cuman yang menarik dinamikanya adalah PKS yang sebagian gerbongnya pindah ke Partai Gelora, dan ini berarti PKS mesti mensubtitusi kantong suara yang ke Gelora dengan kantong suara yang lain, tapi mengingat PKS adalah partai kader maka akan tidak kesulitan melakukan itu. Sedangkan partai Hanura mesti melakukan upaya yang lebih keras, dan membuat program-program politik yang bisa menjadi magnet bagi masyarakat banyak.

Ketiga, yakni manajemen impressi. Ini tergantung bagaimana parpol terutama ketua-ketuanya, membangun komunikasi ke dalam dan keluar partai. Salah satu tantangan ketua parpol yang terpilih pasca pemilu 2019 adalah membangun komunikasi politik yang efektif dengan elit-elit gerbong politik lama, karena bagaimana pun elit-elit lama ini memiliki kekuatan elektoralnya masing-masing.

Dinamika ini kita bisa lihat di Partai Golkar Sulsel misalnya, mengingat banyaknya faksi politik di sana. Untuk Gerindra, corak partai yang cukup ketat garis komandonya, sehingga AIA mungkin tidak akan cukup sulit mensolidkan elit-elit di partai Gerindra, begitu pula dengan PPP dan PKS. Yang menarik adalah Hanura, karena konflik internal masih membekas hingga hari ini. (LN)

Advertisement