LEGION NEWS.COM – Berbagai negara melakukan langkah protes atas kebijakan larangan ekspor batubara mulai 1 Januari hingga 31 Januari 2022 oleh Pemerintah. Atas sikap Pemerintah RI tersebut sempat dilakukan protes yang disampaikan sejumlah negara akhirnya urung diterapkan pemerintah.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, keputusan pemerintah membatalkan larangan ekspor batubara diambil setelah melakukan rapat maraton.
Dalam rapat tersebut, dibahas soal rencana pelonggaran kebijakan larangan ekspor yang diprotes Jepang, Korea Selatan, dan Filipina.
Luhut bahkan mengatakan, pada Senin malam (10/1) sudah ada beberapa kapal yang diisi batubara untuk mulai lepas landas mengirim batubara ke sejumlah negara.
Larangan ekspor batubara yang akhirnya dibatalkan pemerintah ini mendapat tanggapan dari mantan Sekretaris Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Said Didu.
Sadi Didu menilai, perubahan kebijakan ekspor batubara ini menggambarkan tata kelola pemerintahan yang amburadul.
“Proses pengambilan kebijakan yang tidak prudent seperti ini menunjukkan kualitas pengambil kebijakan yang sangat rawan dipermainkan untuk mengambil keuntungan oleh pihak-pihak tertentu,” demikian Said Didu menyampaikan melalui akun Twitternya, Selasa (11/1).
Said Didu juga sempat mengkritik kebijakan larangan ekspor batubara yang tertuang Surat Edaran Direktorat Jendral Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Nomor B-1605/MB.05/DJB.B/2021.
Dia menilai kebijakan ini tak masuk akal, lantaran alasan pemerintah tak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Di mana, pemerintah mengambil kebijakan larangan ekspor lataran ingin menjaga pasokan kebutuhan batubara di dalam negeri.
Pasokan batubara yang cukup rencananya akan diperuntukan bahan baku pembangkit listrik oleh PLN. Akan tetapi, menurut perhitungan Said Didu pasokan batubara akan berlebih, mengingat stok yang ada jauh lebih tinggi dari yang dibutuhkan.
“Produksi batu bara 2021 sekitar 600 juta ton. Jika penjualan domestik (DMO) minimal 25 persen, ada (sisa) 150 juta ton di dalam negeri. Kebutuhan dalam negeri hanya 137,5 juta ton dan untuk listrik 113 juta ton,” tuturnya.
Oleh karena itu, Said Didu memandang kebijakan larangan ekspor batu bara yang dimulai sejak awal tahun ini menggambarkan tata kelola pemerintahan yang tak taat terhadap regulasi yang dibuat.
Sebabnya, jika mengacu pada UU 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), pelarangan ekspor bahan mentah seperti batu bara, nikel, bauksit dan beberapa minerba lainnya baru bisa dilaksanakan sejak 3 tahun UU Minerba diundangkan pada 10 Juni 2020.(RMOL)