MAKASSAR, LEGION NEWS.COM – Hakim Pengadilan Negeri Makassar Johnicol Richard dalam sidang praperadilan memutuskan membebaskan A. Rachmat dan memerintahkan Jaksa Penyidik Kejaksaan Negeri Makassar menghentikan penyidikan terhadap Pemohon selaku Tersangka.
Tidak hanya itu, Hakim tunggal PN Makassar ini juga memeeintahkan Jaksa Penyidik untuk memulihkan Hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.
Atas keputusa Hakim Johnicol Richard menjadi polemik, hal itu mengundang perhatian guru besar Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, Prof Slamet Sampurno.
Kata Dia dalam perkara yang pada akhirnya dipraperadilkan tersangka tentu harus dilihat secara utuh.
Jadi seperti yang diketahui praperadilan adalah masalah pembuktian syarat-syarat formil penetapan tersangka,” ujarnya.
Olehnya membedah putusan praperadilan oleh hakim Johnicol Richard yang menilai penetapan tersangka penyidik Kejaksaan tidak sah, tentu harus dilihat secara utuh.
“Jadi dilihat dulu secara utuh, satu-persatu. Pertama alasan hakim membatalkan status tersangka yang didasari dengan SEMA 4/2016. Khususnya terkait keabsahan perhitungan kerugian negara yang menurut hakim tidak sah karena penyidik tidak menggunakan auditur BPK atau BPKP,”
Menurutnya dalam SEMA 4/2016 hanya perhitungan kerugian negara dari lembaga BPK yang kemudian dianggap memiliki kewenangan declare kerugian negara, tujuannya demi kepastian.
“Namun begitu bukan berarti Lembaga lain dan akuntan publik tidak dibolehkan. Boleh-boleh saja namun dibatasi untuk tidak men-declare. Hanya BPK yang boleh melakukan declare,” tukasnya.
Prof Slamet Sampurno menyadari putusan pengadilan negeri Makassar yang terkesan membebaskan pelaku korupsi memang wajar saja menarik perhatian publik.
Putusan itu menurutnya akan menggambarkan bahwa hakim ada main mata.
“Tapi saya kira itulah hukum. Prapradilan belum masuk pembuktian perkara, hanya menguji syarat formil saja dan itu juga belum tentu benar-benar membuat pelaku korupsi bebas dari jeratan hukum. Sebab penyidik masih bisa menerbitkan sprindik baru,” pungkasnya.
“Jadi SEMA 4/2016 menurut saya tidak bertentangan dengan Putusan MK 31/PUU/X/2021, hanya saja patut dipahami demi kepastian hukum, declare perhitungan kerugian negara hanya diberikan (wewenang) pada BPK,” pungkasnya. (Sal)