Penulis: Sukmayadi Alummni Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Hasanuddin Makassar.
LEGION NEWS.COM – Ada hal ýang menarik di kondisi kekinian, saat ruang wacana kita sebagian didominasi oleh tulisan tulisan yang terbit berkala namun rutin dari jurnalis senior Mulawarman. Ibarat petinju, Jurnalis gaek ini sepertinya sedang menjadikan Golkar Sulsel sebagai sebagai” Samsak hidup” dengan jab jab ciamik dan pukulan pukulan overcut yang jitu ke rahang, lambung, dan tubuh ” tambun” partai Golkar Sulsel.
Tentu ada alasan kenapa Sang Jurnalis kritis Mulawarman melakukan itu. Dalam sebuah Tulisan yang dia geber beberapa waktu lalu, Mul mengatakan bahwa dia adalah seorang pemerhati Partai Golkar, perlu di makfumi bahwa Mulawarman adalah pewarta 3 zaman yang sudah melewati asam garam dunia jurnalistik. Seiring dengan itu pula maka dia menjadikan dirinya sebagai penyaksi otomatis terhadap jatuh bangunnya Partai Golkar Sulsel. Partai Golkar adalah partai yang mewarnai sejarah politik Indonesia dan Sulsel, Tentu Romantisme ini turut dirasakan oleh Mulawarman , Mulawarman dan Golkar Sulsel adalah karib tak sedarah yang sama sama dilahirkan oleh pergolakan , tapi mereka saling menafikkan. Dengan cara pandang inilah kita jadi bisa memahami kenapa Mulawarman jadi resah dengan kondisi Golkar Sulsel saat ini.
Yang kedua adalah, sepertinya ini menjadi “interest personal” dengan ketua Golkar Sulsel Taufan Pawe, entah bagaimana bangunan relasi keduanya. Tapi publik menangkap bahwa satu satunya kesan yang ingin disampaikan dalam seri tulisannya adalah, TP tidak pas dan kapasitasnya belum cukup untuk menahkodai Partai Golkar Sulsel. Tentu pendapat ini ada dasarnya, bahwa Mulawarman dalam sepanjang karir aktivis dan jurnalistiknya telah berkenalan dan mengakrabi banyak tokoh politik, bersentuhan dengan para ketua ketua partai tingkat di semua tingkatan Nasional dan regional. Mulawarman tentu punya imagi ideal tentang bagaimana profil seorang ketua Golkar Sulsel yang mumpuni. Dan Pastilah Taufan Pawe tidak berada di daftar itu.
Yang ketiga adalah, Mulawarman telah hidup dan bergerak seiring denyut nadi warga Sulsel dan warga Parepare khususnya, dalam setiap move nya dalam berinteraksi tentu ada semacam nilai yang terbentuk tentang bagaimana melihat kiprah Taufan pawe. Dalam masyarakat tentu ada pro kontra, tentu like dislike berjalan, tapi intuisi politik Mulawarman muncul dengan rasionalitasnya sendiri, dengan kesimpulan bahwa Taufan pawe adalah pemimpin yang buruk dan tidak boleh dibiarkan untuk melenggang dengan kamoain citra baik yang di poles sepenuh hati oleh ” suro suro teppe” TP. (merujuk pada istilah di tulisan Mulawarman untuk para loyalis TP)
Publik Politik Sulsel tentu, melihat ini sebagai sesuatu dalam kerangka yang normatif. Perseteruan , intrik , konflik bahkan perpisahan adalah sesuatu yang terbiasa dalam kehidupan berpolitik praktis. Masyarakat mesti memposisikan Mulawarman sedang menyuarakan suara pemerhati, konstituen atau simpatisan yang hendak berkontribusi pada kehidupan Politik yang lebih baik, tentu kita harus memahami cara pandang Mulawarman adalah sebuah mekanisme selektif awal yang dilakukan seseorang atau sekelompok masyarakat untuk calon calon pemimpinnya.
Nah yang menarik untuk kita telaah adalah, bagaimana respon partai GoLkar terhadap serangan serangan Mulawarman.??? Terlihat jelas bahwa, Partai Golkar Sulsel terlihat tidak terlalu ambil Pusing dengan serangan serangan Mulawarman. Dan seperti biasa tentu publik akan punya interpretasi dan penilaian sendiri dengan kondisi ini.
Yang pertama adalah tentu publik akan menilai bahwa apa yang dikatakan Mulawarman tentang partai Golkar Sulsel adalah benar adanya. Bahwa Golkar sulsel dibawah kendali TP sedang tidak baik baik saja, konsolidasi mandek, kepemimpinan kolektif partai sedang dibawah kendali segelintir orang , faksi faksi sedang berhadap hadapan di dalam. Dan tentu saja Partai Golkar sedang berada dalam bahaya ” laten ” menurut bahasa bung Mul.
Yang kedua adalah Partai Golkar sedang dalam keadaan lumpuh layu sehingga untuk menjawab dan adu wacana dengan serangan serangan Mulawarman Partai Golkar Sulsel keliatan loss power, sehingga anggapan bahwa Golkar berisi kader kader intelektual mapan runtuh seketika.
Yang ketiga adalah, bisa saja Partai Golkar Sulsel menganggap Wartawan gaek alot nan kritis seperti Mulawarman hanyalah lalat di piring makan , atau kutu di ujung bantal yang tak perlu diapa apain akan hilang sendiri, atau sekali dtepok telapak tangan akan koit membujur di pinggiran.
Tentu kita hanya mengingatkan bahwa suara suara kecil seperti Mulawarman , dengan kredibilitas dan kejujuran dalam berwacana , tentu akan punya dampak dalam memahat pikiran banyak orang. Jangan sampai kebesaran Golkar harus hancur karena abai terhadap suara suara jernih nanlirih seperti yang didengungkan Mulawarman.