MAKASSAR, Legion News – Kepergian Usman Nukma untuk selama lamanya menjadi cerita tersendiri bagi Tamsil Linrung , Usman Nukma meninggal dunia pada hari Senin 22/06/2020 Malam dikediamanya.
Tamsil linrung begitu kehilangan sosok sahabat terbaik . Beliau menceritakan Sewaktu saya jadi Ketua Senat Mahasiswa, dia salah seorang wakil nya. Sebelum itu, dia juga menjadi wakil saya di group studi yang kami dirikan. Forum Studi Pengembangan Wawasan Islam (Foswani).
Di tahun pertama di bangku kuliah, kami resah. Sebagai anak-anak muda berlatar belakang aktivis Islam, kami merasa masih sangat sedikit memperoleh pengetahuan keislaman dari kampus. Oleh karena itu, di samping sibuk dengan disiplin ilmu masing-masing, kami juga memperdalam pemahaman keislaman dengan mengkaji buku-buku Islam klasik dan kontemporer.
Bagi kami di HMI, sosok Nurholis Majid adalah figur idola. Waktu itu kami sangat tertarik dengan buku-buku Cak Nur. Di samping itu, juga ada figur lain seperti Gus Dur, Amin Rais Dan tokoh yang lebih senior seperti pak Natsir, Ungkap Tamsil Linrung.
Di Foswani maupun HMI, kami punya latar belakang berbeda. Dari kalangan NU, tokohnya di kalangan mahasiswa angkatan kami adalah Usman Nukma. Ada juga Lisman Masita. Sahabat sekaligus Sekjen saya di Senat yang berlatar belakang aktivis pergerakan. Lisman agak memfigurkan tokoh pergerakan di Sulsel seperti Kahar Muzakkar. Info-info tidak terpublikasi soal Kahar, kami bisa tahu banyak dari Lisman.
Sahabat saya yang lain, Yusrifai Yunus. Ia tokoh pemuda dan aktivis Mahasiswa Muhammadiyah. Yang lain, almarhum Muh Rusli Dara dan Darwin Badaruddin. Dua sosok pengagum alm Baharuddin Lopa.
Foswani menjadi organisasi perekat aktivis dari berbagai latar belakang organisasi berbeda. Miniatur yang mempersatukan NU, Muhammadiayah, Syarikat Islam dan organisasi-organisasi ekstra kampus lainnya.
Foswani ini bahkan disegani di kalangan aktivis karena soliditasnya.
Di kampus, untuk pertamakalinya, pimpinan senat mendapat sokongan dari semua organisasi ekstra kampus melalui komunikasi yang dibangun Foswani. Di sinilah tangan dingin Usman Nukma bekerja. Foswani aktif menggalang dukungan hingga bisa sampai mengembangkannya menjadi satu miniatur yang menghimpun banyak organ.
Bahkan berekspansi ke organisasi-organisasi antar kampus. Termasuk menyokong kami menjadi pimpinan Forum Komunikasi Antar Senat Mahasiswa dan Badan Perwakilan Mahasiswa se Indonesia Timur.
Hingga terakhir, almarhum Usman Nukma terus mensupport dalam setiap aktivitas yang saya lakukan. Termasuk mengorganisasikan dukungan untuk saya terpilih di parlemen. Baik di DPR RI sejak tahun 2004, maupun di DPD RI saat ini. Semua tidak lepas dari peran beliau.
Terimakasih saudara dan sahabatku. Selamat jalan. Saya menjadi saksi, bahwa engkau adalah sosok yang selalu meringankan beban saudara-saudaramu. Engkau rajin bersilaturrahim. Insya Allah, Allah SWT mengganjar semua perbuatan baikmu dengan nikmat dilapangkan kubur, dan jannatumnaim. Aamiin ya Allah.
Beberapa hari lalu, tepatnya, hari Sabtu (20/6) saya masih berkomunikasi dengan Usman Nukma. Dia menyampaikan, merasakan sakit yang tidak biasa. Menyebutkan ciri-ciri seperti merasa sesak. Sepertinya ada sesuatu yang dia khawatirkan pada dirinya.
Ketika mendapat info tersebut, saya langsung minta bantuan Ismail. Ponakan saya di Pangkep. Untuk mengambilkan obat dan madu dari Yaman yang ada di rumah saya di Pangkep. Agar segera diantarkan ke tempat beliau di Makassar, juga agar tidak lupa membawakan buku-buku saya. Terutama buku kecil. Zikir pagi dan petang untuk menjadi amalan sambil beristirahat hingga pulih dari rasa sakitnya.
Senin malam, saya menerima telpon dari nomor handphone Usman. Seketika saya angkat dan langsung menyapa suara di ujung telpon sana. Dugaan saya, Usman menghubungi saya untuk menyampaikan kabar gembira. Tentang khasiat madu Yaman yang saya kirimkan.
Madu tersebut, memang menjadi konsumsi rutin saya. Saya merasakan betul khasiatnya. Sangat amat menopang vitalitas di tengah aktivitas yang padat. Ternyata dari seberang telepon, terdengar suara agak serak. Suara anak Usman. Wahyu. Dia berbicara dengan suara sendu. Seketika, feeling saya berubah.
Akhirnya dari, Wahyu, betul-betul keluar kalimat itu. Kalimat yang sebetulnya tidak saya tunggu-tunggu. Innalillahi wainna ilaihi rojiun.
Kiprah Usman Nukma di dunia aktivis sangat panjang. Terakhir, Usman didaulat sebagai Plt. Sekretaris Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulawesi Selatan. (anas)