LEGION-NEWS, Makassar – Kelompok milenial, para ahli dan peneliti biasanya menggunakan awal 1980-an sebagai awal kelahiran kelompok ini dan pertengahan tahun 1990-an hingga awal 2000-an sebagai akhir kelahiran dari kaum milenial ini.
Mengenal kaum milenial pada umumnya adalah anak-anak dari generasi ‘Baby Boomers’ atau kadang-kadang disebut sebagai ‘Echo Boomers’ karena adanya ‘booming’ (peningkatan besar), tingkat kelahiran pada era tahun 1980-an dan 1990.
Generasi inilah yang sekarang menghiasi 34 persen suara pemilih di kota Makassar. Dikutip dari Legion-news.com pada, Rabu, (1/9) Komisi Pemilihan Umum kota Makassar merilis hasil dari rekapitulasi daftar pemilih berkelanjutan bulan Agustus 2021 terdapat tambahan jumlah pemilih sebanyak 912.303.
Ada 311.630 untuk pemilih dari kelompok milenial yang berusia 17 hingga 30 tahun. Hal ini tentunya menjadikan Kota Makassar memiliki potensi pemilih dari kaum milenial yang begitu besar.
Melihat fenomena tersebut, DPD II Partai Golkar Makassar bakal merangkul generasi milenial duduk di kepengurusan DPD II Golkar Makassar, Sebagai calon legeslatif dan mengajak untuk bergabung sebagai kader “Golkar Milenial.”
Salah satu perwakilan kalangan milenial yang saat ini sebagai kader partai Golkar Andi Suharmika atau yang biasa disapa Mika. Selain Mika ada nama Nurhaldin yang juga dari generasi milenial di Partai Golkar Makassar. Nurhaldin saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD kota Makassar.
Mika saat ini dipercaya sebagai Ketua AMPG kota Makassar. Legislator muda dari fraksi Golkar Makassar, Saat dilantik 2019 lalu dia baru berusia 24 tahun.
“Dari hasil rekapitulasi KPU Makassar pemilih milenial di kota Makassar ada diangka 34 persen, itu fakta harus jadi perhatian bagi partai politik,” kata Mika. Selasa, (7/9/2021).
Mika, menilai partai politik (Golkar) harus memberikan ruang untuk para generasi milenial untuk mengembangkan potensi dirinya berpolitik, hal itu tentunya untuk menghadapi kontestasi Pemilu 2024 mendatang.
Menurut dia keterlibatan milenial dalam kontestasi pemilu 2024 akan memberikan suasana yang berbeda dan memacu para milenial yang lain untuk berpartisipasi aktif pada pemilu 2024.
Sosiolog
Bagaimana tanggapan Sosiolog terkait dengan kelompok kaum milenial atau sebutan lainnya ‘Baby Boomers’ atau ‘Echo Boomers’ ini.
Sosiolog dari Universitas Bosowa Dr. Sawedi Muhammad menilai, Diperlukan strategi tersendiri untuk merangkul dan menarik simpatik anak-anak milenial.
Mereka ini menempati porsi terbesar dari wajib pilih sehingga suaranya sangat menentukan dalam setiap even demokrasi langsung.
Ada beberapa alasan mengapa pemilih millenial ini perlu pendekatan khusus,
Pertama, disamping jumlahnya mayoritas, pemilih millenial juga sangat independen dalam menentukan pilihannya. Mereka sangat selektif dan tidak mudah terpengaruh jargon-jargom partai.
Kedua, millenial sangat pragmatis. Mereka akan memilih partai mana yang dianggap mampu menawarkan solusi konkret terhadap permasalahan yang dihadapi terutama peluang kerja.
Ketiga, anak-anak milenial gampang berubah pikiran dan tidak sungkan berpindah dari satu pilihan politik ke yang lainnya.
Mereka generasi yang “easy going.” Olehnya itu, program Partai politik sebaiknya bersifat bottom up dengan membuka ruang dialog dengan anak-anak milenial.
Tempatkan mereka sebagai subjek yang otonom dan parpol memberi ruang bagi kreativitas dan ide-ide inovatif dari mereka.
Melalui cara interaktif seperti ini, anak-anak milenial akan mempertimbangkan pemihakannya dan tentu saja pilihan politiknya, tutup Dr. Sawedi Muhammad. (Let)