SOROTAN, Legion-news Berbagai daerah telah mengibarkan bendera putih tanda memyerah dengan keadaan pandemi COVID-19 saat ini yang terus mengalami lonjakan.
Berbagai pihak menilai Pemerintah sejak awal pandemi tidak menerapkan Undang undang Karantina, Bahkan pernyataan pakar epidemiologi asal Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan Indonesia sedang menuju jalur jebakan pandemi.
Mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra menilai bahwa pemerintah tak mengambil opsi karantina wilayah sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan untuk mengatasi Covid-19 karena khawatir tak mampu menanggung kebutuhan masyarakat selama proses karantina berlangsung.
Sejak awal pendemi menurut Yusril, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dipilih pemerintah untuk mengatasi penyebaran wabah Covid-19 juga berpotensi gagal lantaran ada hal yang tak bisa dioperasionalkan pemerintah daerah dalam prosesnya. Dikutip dari Kompas.com Rabu, (15/1/2020).
Ia menilai, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 tak menjelaskan secara rinci bagaimana pemda membatasi arus keluar-masuk orang dan barang sebagai salah satu bentuk PSBB. Sebab, menurut Yusril, suatu daerah tidak berwenang membuat aturan yang menjangkau daerah lain di luar yurisdiksinya.
Berbagai Istilah telah digunakan oleh Pemerintah PSBB, PPKM Darurat, PPKM Mikro terakhir ini dengan istilah PPKM Level, 1, 2, 3, dan 4.
Dua anggota DPR Fraksi PDIP melempar kritik kepada Presiden Jokowi dan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan. Keduanya adalah Effendi Simbolon dan Masinton Pasaribu, yang mengkritik terkait penanganan Corona di RI. Sabtu, (31/7/2021) lalu
Anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon menyalahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilainya tidak mau menerapkan lockdown sejak awal pandemi COVID-19.
Dalam hal ini, Effendi merespons pernyataan pakar epidemiologi asal Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono yang menyebut Indonesia sedang menuju jalur jebakan pandemi
“Pemerintah sejak awal tidak menggunakan rujukan sesuai UU Karantina itu, di mana kita harusnya masuk ke fase lockdown. Tapi kita menggunakan terminologi PSBB sampai PPKM” ucap Effendi
Mungkin di awal mempertimbangkan dari sisi ketersediaan dukungan dana dan juga masalah ekonomi. “Pada akhirnya yang terjadi kan lebih mahal ongkosnya sebenarnya, PSBB itu juga Rp 1.000 triliun lebih ya di tahun 2020 itu,” ujar Effendi kepada wartawan, Sabtu (31/7/2021).
“Presiden tidak patuh konstitusi. Kalau dia patuh sejak awal lockdown, konsekuensinya dia belanja kan itu. Sebulan Rp 1 juta saja kali 70 masih Rp 70 triliun. Kali 10 bulan saja masih Rp 700 triliun.”
“Masih di bawah membanjirnya uang yang tidak jelas ke mana larinya. Masih jauh lebih efektif itu daripada vaksin,” sambung Wakil Rakyat dari Dapil DKI III ini.
Effendi kemudian menyebut banyak negara lain yang sukses mengatasi pandemi COVID-19 dengan cara lockdown.
Dia mengatakan virus Corona itu bisa dicegah penularannya dengan cara semua orang tetap berada di rumah.
Hanya, kata Effendi, alih-alih memilih lockdown, Indonesia justru menerapkan PPKM. Effendi menyatakan hasil dari PSBB hingga PPKM hanya ‘nol’ dan cenderung minus.
“PPKM ini dasarnya apa? Rujukannya apa? Arahan Presiden? Mana boleh.
Akhirnya panik nggak karuan, uang hilang, habis Rp 1.000 triliun lebih. Erick Thohir belanja, Menkes belanja. Dengan hasil nol. Minus malah. Ini herd immunity karena iman saja,” tukas Effendi.
“Kritik yang disampaikan oleh Bang Effendi secara spesifik adalah kritik terhadap elemen pemerintahan keseluruhan dalam menanggulangi pandemi COVID-19.” saat dihubungi, Senin (2/8/2021). (rdk)

























