SOROTAN||Legion-news.com Bagaimana keadaan bisnis penerbangan milik Pemerintah Indonesia, yang semakin tergerus dengan kondisi saat ini dimasa pamdemi COVID-19.
Sejarah penjang Garuda Indonesia. Garuda Indonesia merupakan hasil kerjasama dari Koninklijke NederIandsch Indische Luchtvaart Maatschappij atau KNILM yang terbentuk pada November tahun 1928.
Perjalanan Garuda yang pertama adalah untuk mengantar Presiden Soekarno menuju Jakarta pada akhir tahun 1949 menggunakan pesawat Douglas Dakota dengan registrasi PK-DPD.
Setelah itu, barulah GIA secara resmi dinobatkan sebagai perusahaan milik negara di tanggal 31 Maret 1950 sesuai Berita Negara RIS No. 136.
Hingga tahun 1953, Garuda Indonesia memiliki 27 pesawat dan juga staf yang profesional.
Perkembangan Garuda Indonesia semakin pesat sampai mampu mendatangkan 3 pesawat turboprop dan membuka rute penerbangan menuju Hongkong di tahun 1960-an.
Dalam kurun waktu beberapa tahun selanjutnya, Garuda kembali membawa 3 pesawat jenis Convair 990A, pesawat yang dikenal mempunyai kecepatan tinggi dan teknologi canggih.
Bersamaan dengan didatangkannya pesawat baru tersebut pula Garuda Indonesia melebarkan rute komersialnya hingga ke Amsterdam melalui Kolombo, Roma, Bombay, dan Praha.
Setelah itu, Garuda Indonesia terus berusaha mengembangkan armadanya di Indonesia dengan membeli pesawat dengan jenis dan model baru, serta meningkatkan layanannya ke lebih banyak negara, seperti Amerika dan Eropa.
Status penguasa langit asia bagi pesawat Garuda Indonesia bukan isapan jempol belaka. Mengutip Kompas, masa kejayaan Garuda terjadi pada tahun 1980an.
Armada Garuda waktu itu mencapai 79 pesawat, menjadikannya sebagai maskapai penerbangan terbesar di belahan bumi selatan dan kedua di Asia setelah Japan Air Lines.
Direktur Utama Garuda, Wiweko Soepono yang menjabat tahun 1968-1984 menjadi tokoh penting dalam kemajuaan ini. Memang butuh bertahun-tahun untuk membangun reputasi tersebut.
Salah satu yang masih dikenang tentu pengoperasian McDonnell Douglas DC-10 sebagai pesawat kenegaraan. Ini adalah salah satu kebanggan Garuda saat itu.
Pasalnya tidak banyak maskapai yang mengoperasikan jenis pesawat jumbo ini. Sementara DC-10 milik Garuda sudah menghiasi angkasa hingga ke Eropa dan Penjuru Asia. Berkat armada DC-10 saat itu pula Garuda Indonesia menjadi salah maskapai yang disegani dunia.
Garuda Indonesia yang pernah merugi lebih dari 800 milyar rupiah pada tahun 2004, akhirnya kembali bangkit dengan membukukan keuntungan lebih dari 1 triliun rupiah pada tahun 2009.
Jumlah armada yang tadinya hanya 47 pesawat saat itu sudah mencapai lebih dari 90. Jumlah penerbangan yang tadinya hanya 150-200 penerbangan per hari meningkat menjadi 311 penerbangan per hari.
Semua perbaikan tersebut berbuah sangat manis. Garuda Indonesia mendapatkan penghargaan “The World’s Most Improved Airlines” pada tahun 2010 dari SkyTrax dan “maskapai bintang empat” dari SkyTrax London.
Tidak hanya itu, Garuda Indonesia juga dianugerahkan “Airlines Turnaround of The Year” oleh Centre for Asia Pacific Aviation atas keberhasilannya bangkit dari keterpurukan.
Tentunya dengan pengalaman Garuda Indonesia bangkit dari masa-masa sulit. Diharapkan menjadi harapan bahwa maskapai andalan Indonesia ini kembali berjaya di langit dunia. ***