MAKASSAR||Legion-news.com Motivator Minat Baca Nasional yang juga Sekjend Asosiasi Penulis Profesional Indonesia Pusat, Bachtiar Adnan Kusuma, berpendapat kalau Menteri Pertanian Periode pertama Jokowi, Dr.Ir.H.A.Amran Sulaeman adalah seorang akademisi, birokrat dan pengusaha Nasional yang punya budaya baca tinggi. Bachtiar Adnan Kusuma, menilai kalau selain rutin membaca minimal dua judul buku dalam sehari, AAS juga memiliki perpustakaan pribadi yang berada di ruang kerjanya di Building AAS yang terletak di jalan Urip Soemoharjo Makassar.
Tokoh literasi Sulsel yang menulis ratusan buku tokoh-tokoh nasional dan lokal ini sejak 1995, hadir dalam diskusi bersama AAS dengan para akademisi dari berbagai kampus atas undangan pengusaha muda Sulsel Yasir Mahmud, Kamis 21`/1 di Makassar. Bachtiar menegaskan kalau saat ini dibutuhkan figur pemimpin yang menempatkan literasi, pendidikan dan kebudayaan di garda terdepan. Karena hanya dengan hadirnya figur pemimpin yang punya keberpihakan terhadap gerakan membaca dan menulis, maka Gerakan Indonesia Membaca dan Menulis bisa terwujud dengan baik. “ Saya sangat respek atas contoh dan keteladanan yang baik dari AAS sebagai tokoh nasional yang punya kebiasaan membaca tinggi. Selain karena punya budaya baca tinggi, AAS membuktikan kemampuannya sebagai seorang intelektual yang mampu menyampaikan ide-ide dan gagasan-gagasan besarnya tentang Kemandirian Indonesia, Indonesia Sejahtera hanya karena punya kemampuan Literasi yang tinggi dan ekonomi yang kuat” kata Ketua Forum Perpustakaan Lorong dan Desa Sulsel ini.
Menurut BAK, saat ini dibutuhkan pemimpin nasional yang punya keberpihakan terhadap tumbuhnya ekosistem perbukuan nasional. Sebab, kata penggagas Perpustakaan Lorong kota Makassar ini, tanpa figur pemimpin yang memiliki keberpihakan terhadap tumbuh dan hidupnya dunia perbukuan nasional, mustahil Indonesia bisa Berdaulat Literasi. Menurut Ketua Forum Peduli Pendidikan Sulsel ini, Malaysia misalnya sebuah negara kecil, namun Raja Malaysia punya keberpihakan yang tinggi terhadap tumbuhnya gerakan literasi dan gerakan perbukuan dengan memberikan subsidi biaya penerbitan buku bagi setiap penulis. Raja Malaysia menyeruhkan dan turun ke bawah mengajak rakyat untuk membaca buku dengan slogan 1 Malaysia untuk Membaca. Nah, mengapa Indonesia yang begitu besar jumlah penduduknya sekitar 268.583.016 jiwa, namun belum berdaulat dari perspektif perbukuan nasiona. Misalnya saja, urai BAK, jumlah buku di Indonesia hanya terbit pertahun sekitar 24.000 eksemplar, sementara jumlahj penduduknya terbanyak, yang berarti satu judul buku baru dibaca sekitar 55 orang. Padahal Unesco menetapkan negara-negara berkembang semisal Indonesia, buku baru minimal dibaca 3 sampai 5 orang saja.
Karena itu, kami butuh figur pemimpin nasional yang punya keberpihakan terhadap dunia literasi dan dunia perbukuan nasional. Bukan hanya sekadar pseudo literasi, tapi sebuah gerakan satunya kata dan perbuatan. “ Membaca dan menulis adalah gerakan hati, gerakan hati nurani sesuai dengan kata AAS memperjuangkan kebaikan harus tanpa batas dan sumbunya berangkat dari hati yang benar” tegas BAK. (**)